Pukul 06.00 pagi, aku bangun untuk menyiapkan diri menjalankan tugas organisasi. Di pagi yang terasa dingin itu, aku mendapatkan tugas dari organisasi untuk menuju Kementerian Tenaga Kerja. Federasi Serikat Buruh Kerakyatan (SERBUK) mengutusku untuk mengantarkan sebuah surat ke Kementerian. Ada rasa takut mengantarkan surat ke Kemenaker di benakku, takut tersesat dan tidak sabar bertemu dengan birokrasi yang berbelit. Tapi, aku kuatkan diri. Aku bergegas mandi, berpakaian, dan sarapan secukupnya sebelum berangkat.
Tepat pukul 07.00 ketika semuanya siap, aku ditemani seorang kawan dari Sumatera memesan taksi online. Kami meluncur ke pusat dari kompleks perkantoran yang menjadi pusat urusan ketenagakerjaan di Indonesia. Sebuah kompleks yang bertanggungjawab terhadap 134 juta angkatan kerja.
Hanya butuh sekitar satu jam dari tempat kami menginap untuk tiba. Pukul 08:10 saya sudah tiba di depan gedung Kementerian di Jalan Gatot Subroto. Ketika turun dari mobil, saya mulai merasa kebingungan menghadapi gedung-gedung tinggi di kompleks kementerian. Gedung yang menjulang dengan entah berapa ratus ruangan di dalamnya, jauh berbeda dengan gedung Suku Dinas Ketenagakerjaan di Muara Enim, Suamatera Utara, tempat kami berasal. Ke gedung dan ruangan mana tugas organisasi ini mesti dituntaskan?
Di tengah situasi tersebut, saya bertanya pada sahabat yang tinggal di Jakarta soal tata cara untuk memasuk ke kantor pengawas RI. Tidak lama kemudian, ia mengangkat telepon. Dia mengarahkan kami berdua untuk masuk ke dalam halaman parkir yang ada di depan kantor.
“Tunggu di kantor belakang,” ujarnya.
Sahabat tersebut berjanji untuk bertemu di sana.
Kami berduapun memberanikan diri masuk dan mencari kantin belakang. Hampir 10 menit kami berkeliling mencari tempat makan tersebut.
“Bang, boleh Tanya kalau kantin belakang itu ada di sebelah manah yah,” Tanya saya pada seorang office boy.
Buruh dengan status outsourcing itu memberikan petunjuk jalan, “kamu jalan aja terus, di depan ada simpangan. Kamu belok ke sebelah kiri. Lalu jalan sedikit, kamu belok ke kanan. Di sana ada tulisan, ‘kantin’”. Buruh yang tidak jelas kepastian kerjanya itu paham betul denah Kementerian Tenaga kerja.
Setelah berterimakasih, kami mengikuti penjelasan office boy tersebut. Ketika tengah mencari, kami bertemu dengan sahabat kami yang menelpon tadi dan mendekat ke arahnya. Lalu, dia bertanya, “belum ketemu yah kantinnya?”
Kompak kami menjawab belum. Lantas, sahabat itu mengajak kami ke kantin yg dicari. Sesampai di kantin, sahabat itu menawarkan kami, “pesan the atau kopi?”
“Saya tidak minum kopi dan teh tapi saya biasanya minum susu,” jawab saya sambil tersenyum.
Tak lama kemudian sahabat saya membuka tas yang berisikan lembaran surat yg harus saya antar kan ke lantai 2 dan lantai 7 gedung A. Setelah sejenak bercakap, saya pun langsung mengantarkan surat tersebut bersama kawan dari Sumatera tadi.
Di perjalanan, saya dan kawan saya lantas masih membayangkan bagaimana cara mengantar surat ini. Kami tiba di depan pintu A seperti yang arahan kawan tadi. Di sana sudah ada penjaga.
Lalu, kami pun ditanya oleh satuan pengamanan. “kamu mau kemana pak_?”
Aku pun menjawab, “Saya mau antar surat ini.”
Penjaga itu pun menyuruh saya menunjukan tanda pengenal (KTP). Aku pun memberikan nya. Lalu aku bertanya untuk apa dengan kartu pengenal saya itu. Bapak penjaga itu pun menjelaskan, ”Kamu kalau mau antar surat kamu harus mengisi daftar tamu terlebih dahulu, lalu kamu baru kasih kartu untuk masuk dan KTP kamu sebagai jaminan kartu masuknya,” paparnya.
Ia juga menjelaskan setelah selesai mengantar surat kita baru bisa ambil KTP dengan menukarkan kartu masuk itu. Saya pun bengong dan menjawab “Ohh, baiklah.”
Lalu saya dan teman saya tadi mulai masuk ke dalam kantor dan menuju ke pintu lift. Kami mengantarkan surat ke lantai dua terlebih dahulu. Di lantai dua, kami pun bertemu petugas yang menerima tamu di lantai dua. Petugas itu pun bertanya, “Ada perlu apa yah?”
Saya pun menjawab, “saya mau antar surat ini pak.”
Bapak itu pun melihat surat tersebut dan tak lama kemudian bapak petugas itu mengantarkan surat yang saya bawa tadi ke dalam ruangan yang tertera di surat tersebut. Tak lama kemudian bapak itu keluar dan bicara, “Surat sudah saya antar kan.”
Kami pun meminta tanda terima bahwa surat yang kami antar tersebut sudah di terima. Lalu, bapak itu pun menandatangani surat terima tersebut dan di tuliskan no hand phone-nya. “Supaya kalau ada apa-apa dengan surat tersebut bisa telpon,” ujarnya.
Lalu, kami pun meninggalkan lantai dua untuk menuju ke lantai 7 dengan mengunakan lift. Sampai lantai 7, aku pun bertemu kembali dengan bagian penerima tamu. Aku pun memberikan surat yg harus di antar ke alamat yang sudah tertera di surat. Setelah menunggu, tak lama kemudian bapak itu keluar dari ruangan. Seperti di lantai dua, ia mengatakan surat sudah ia masukkan. Ia juga memberikan surat tanda terima. Bapak tersebut langsung menandatangani dan memberikan no teleponnya. Lalu kami pun meninggalkan lantai 7.
Sesampai di lantai satu aku pun mengembalikan kartu tadi dan saya mengambil KTPku tadi.
Lalu, kami keluar dari kantor dan menuju ke kantin tadi. Dalam cerita aku berpikir, ternyata sekedar mengantar surat juga tidak mudah. Memerlukan keberanian dan kesabaran untuk menjalankan tugas organisasi walau kita belum tentu mendapatkan apa yg kita inginkan dengan maksimal.
Budi Yansah Putra Tihang
26 Oktober 2018