Tolak Omnibus Law, Buruh KSBSI Cabut dari Tim Bentukan Menko Perekonomian

KSBSI

Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia merupakan salah satu dari serikat yang ditunjuk oleh Kementerian Koordinator Perekonomian dalam Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI No.121 tahun 2020 tentang Tim Koordinasi Pembahasan dan Konsultasi Publik Substansi Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja. Pada Rabu, 19 Februari 2020, KSBSI memutuskan menolak rancangan UU Cilaka dan cabut dari tim pembahasan omnibus law tersebut. Berikut pernyataannya:

DEWAN EKSEKUTIF NASIONAL KSBSI Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia 

Bacaan Lainnya

National Executive Board Confederation of All Indonesian Trade Union 

Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia 

ITUC CSI IGB Affiliated Members of ITUC 

KONFERENSI PERS KONFEDERASI SERIKAT BURUH SELURUH INDONESIA 

OMNIBUS LAW DARI CILAKA KE PETAKA 

Sehubungan dengan Draft RUU Cipta Kerja yang telah diserahkan oleh Pemerintah RI kepada DPR RI, setelah kami pelajari secara cermat dan seksama KSBSI memutuskan menolak RUU tersebut dengan 3 alasan pokok sebagai berikut

1. Aspek Filosofis 

Sesuai amanat UUD 1945 pasal 27 ayat 2 dan pasal 28D bahwa Negara memiliki tanggungjawab untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya dimana setiap warga negara berhak atas penghidupan dan pekerjaan yang layak termasuk kelangsungan kerja dan jaminan upah untuk hidup layak. Dalam konteks sekarang di UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ada jaminan dimana upah dilakukan review per1 tahun yang terdapat 3 runutan sistem pengupahan yaitu UMP, untuk meningkatkan pendapatan pekerja/buruh diberlakukan UMK, untuk menambah kemakmuran lebih baik melalui UMSK. Lalu bila sekarang RUU Cipta Kerja menghapuskan sistem tersebut maka pengelola negara tidak lagi dalam posisi menjalankan UUD 1945 bahkan mendegradasi, maka kami menilai RUU ini harus ditolak karena bertentangan dengan konstitusi tertinggi negara ini

2. Aspek Sosiologis 

Bahwa sekarang ada norma membatasi praktek kerja kontrak. Dengan pembatasan sistem kontrak selama ini, dimanamana terjadi pensiasatan sehingga kontrak berlangsung puluhan tahun. Dengan adanya RUU ini, maka kondisinya berarti pembenaran pada praktekpraktek buruk yang ada selama ini yang oleh kami sebagai Serikat buruh berjuang agar pembatasan tersebut tetap diberlakukan sehingga para buruh Indonesia, caloncalon para pekerja/buruh tidak terjerembab pada status kehidupan sosial yang bernama buruh kontrak. Karena nilai yang tercantum dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan masih jauh lebih baik dari RUU Cipta Kerja. Oleh karenanya prinsip pembentukan undangundang bila ditinjau dari sisi sosiologis adalah menciptakan kaidah baru yang nilainya harusnya lebih baik dari yang ada saat ini, kenyataannya bila dikonfirmasi apa yang diatur dalam RUU Cipta Kerja nilainya lebih buruk dari UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, berarti cukup membahayakan bagi kehidupan masyarakat dan karenanya kami menolaknya

3. Aspek Juridis 

Landasan hukum pembentukan RUU Cipta Kerja adalah UU No. 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan UndangUndang sebagaimana diubah dengan UU yang terbaru No. 15 Tahun 2019 Tentang Pembentukan Peraturan UndangUndang. Prinsip dasarnya adalah segala aturan perundangundangan yang diciptakan oleh negara harus melalui proses yang disebut sosialisasi pada awal proses awal pembentukan

Dari rencana pembentukan saja menurut UU No. 12 tahun 2011 sebagaimana diubah dengan UU yang terbaru No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan UndangUndang, seharusnya sudah dilakukan sosialisasi melalui semacam proses hearing dengar pendapat terhadap sebuah rencana yang diaktualisasikan terhadap apa yang disebut dengan Naskah Akademik (NA). Oleh karenanya berdasarkan pandangan secara juridis apa yang dibuat dalam RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan sesungguhnya kalau kita berangkat pada prinsip yang dianut oleh republik ini, sebagai sebuah negara kontinental maka sesungguhnya Omnibus law bertentangan dengan prinsip hukum yang dianut oleh Indonesia. Sebab ini adalah prinsip yang dianut oleh negara sistem common law. Oleh karenanya dari sisi juridis tersebut kami menyarankan bahwa nilai yang ada di UUK No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan semestinya sebagai batu loncatan untuk membuat norma yang lebih baik, bukan mendegradasi menjadi lebih buruk. Inilah aspek juridisnya pembentukan undangundang ini tidak memenuhi kriteria, oleh karenanya haruslah di tolak

Demikian kami sampaikan bahwa, KSBSI sebagai organisasi yang berdiri sejak tahun 1992 berprinsip mendukung pemerintah dan tindakannya yang pro pada kehidupan masyarakat dan buruh. Kami memutuskan sikap apabila selama ini pemerintah yang zolim pada pekerja/buruh, maka KSBSI di depan untuk Melawan. Sikap ini akan kami kampanyekan secara Nasional karena prinsipprinsip pembentukan perundangundangan telah dilanggar oleh pemerintah. Jebakan yang dibuat oleh Kemenko Bidang Perekenomian yang mengundang sejumlah pihak untuk masuk dalam sebuah tim yang awalnya tidak kami ketahui sesungguhnya apa maksud dan tujuannya, dan keikutsertaan KSBSI hanya untuk melitigasi proses yang telah ada, maka dengan ini kami menyatakan keluar dari tim itu dan tidak bertanggungjawab atas apapun yang dilakukan oleh tim tersebut. Seiring dengan itu juga, kami menarik utusan KSBSI dari tim yang telah dibentuk oleh Kemenko Bidang Perekenomian sebagaimana yang tercantum dalam Kepmenko Bidang Perekonomian No. 121 Tahun 2020 tentang Tim Koordinasi Pembahasan dan Konsultasi Publik Substansi Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja

Jakarta, 19 Februari 2020 Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI

DEWAN EKSEKUTIF NASIONAL 

KSBSI 

Elly Rosita Silaban, S.E

Presiden 

 

Dedi Hardianto, S.H.
Sekretaris Jenderal 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.