Ku buntuti chiefku bernama Mak Wok ke ruang produksi,
Dengan penuh percaya diri, kami ber-6 melewati Line demi Line,
Seluruh mata buruh yang sedang menjahit menatap kami,
Makin percaya dirilah kami, inilah kami buruh baru muka lama yang akan segera menjadi kawan kerja kalian, kembali untuk menjahit, setelah 3 bulan di off.
Beberapa saat kemudian, Mak Wok berhenti di Line 4, menaruh beberapa berkas lamaran diatas mesin jahit, lalu menoleh ke arah kami.
“Ngapain kamu ngikut ke sini?”
Suaranya kasar menunjuk ke arahku.
Ku tengok kiri kanan, memang aku yang ditunjuk oleh Mak Wok,
“Kamu ngapain ke sini?” dengan suara lebih kasar dan mata melotot,
Badanku bergetar, tanganku gemetaran, mulutku tak sanggup ku buka, seiring mataku yang nanar memandang Mak Wok, ku kuatkan diriku, pantang bagiku menangis di hadapannya.
Dengan gemetaran tangan kananku menunjuk ke arah tumpukan Map lamaran,
“itu…..itu……”
Kataku terbata-bata menahan rasa malu,
Semua mata buruh menatap ke arahku,
” Nich, kukembalikan lamaranmu, cari kerja di tempat lain “,
Sekali lagi dengan lantang, Mak Wok sodorkan lamaran kerjaku hampir mengenai mataku,
Bukan main rasa malu ini, ingin ku taruh mukaku di kolong mesin jahit, tak sanggup ku tatap balik mata-mata mereka yang penuh tanya dengan kegugupan yang sama kualami saat ini.
Tuhan….apa salahku?
Aku dipermalukan di depan ratusan orang,
Sakit hatiku, nafasku berasa nyeri,
Tak cukupkah pengabdianku selama 6 tahun ini?
Aku tak pernah bolos kerja,
Tak pernah ngutang target,
Tak pernah melawan atasan,
Tak pernah terlambat,
Bahkan akupun tak berserikat,
Demi menjaga image baik,
Bahwa aku buruh baik-baik.
Kini,
Ya kini ku sadari,
Manut dengan atasan saja tidak cukup,
Tak melawan juga tak jaminan,
Bahwa aku akan diperpanjang terus kontrak kerja.
Di pabrik ini,
Ku rasakan ada hukum rimba menggurita,
Siapa sanggup menjadi penjilat,
Siapa yang sanggup bermuka 12,
Siapa yang sanggup bersilat lidah dengan garang dan kasar,
Itulah yang paling di sayang atasan.
Dunia kerja macam apa ini?
Kulangkahkan kakiku dengan gontai, cepat-cepat tak mau lagi kulihat kiri-kanan,
Ingin segera sampai kontrakan,
Ingin kutumpahkan tangis di atas kasur lantaiku.
Tiba-tiba,
“Jo, kamu ga pakai sajen ya?”
” Sesaji apa maksudmu, zaman milenial begini masih pakai sesaji?”
” Bukan itu maksudku Jo, masa kau ga paham, maksudku adalah kau ga kasih Chiefmu itu salam tempel, apalagi kau khan tomboy, chiefmu itu ga suka sama cewek tomboy”
” Lho, 6 tahun aku kerja, yang kerja itu tanganku, otakku, konsentrasi dan pikiranku, apa hubungannya dengan diriku yang tomboy?”
Geleng-geleng kutinggalkan Paimin dengan cepat,
Lebih cepat lagi aku melangkah,
Ku buka pintu kamar kostku,
Ku tatap wajahku depan kaca,
Ya,
Aku Paijah alias Paijo,
Tak khan lagi kubiarkan,
Siapapun mengolok dan merendahkan aku,
Aku harus bangkit melawan,
Aku harus mengadu pada serikat.
Jakarta, 7 Januari 2018
Gadis Merah