GSPB – SGBN – FPBI – FKI – FSPMI – FSP KEP KSPI – ASPEK – FARKES
Pada hari ini, Selasa 25 April 2017, ribuan buruh Bekasi yang tergabung dalarn Aliansi Buruh Bekasi Bersatu (A-B3) kembali melakukan aksi di Komplek Pemda Kabupaten Bekasi. Adapun isu yang disuarakan A-B3 adalah tentang semakin lemahnya perlindungan terhadap buruh dan persoalan-persoalan ketenagakerjaan lainnya yang ada di kabupaten Bekasi.
Keadaan ini tentu saja tidak luput dari peran pemerintah pusat yakni Presiden Jokowi yang kerap mengeluarkan kebijakan yang tidak pro terhadap buruh diantaranya Peraturan Pemerintah No.78 tahun 2015 tentang Pengupahan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.36 tahun 2016 tentang Penyelenggraan Pemagangan di Dalam Negeri.
Lawan PP Pengupahan
Adapun masalah yang ditimbulkan oleh PP Pengupahan 78 th 2015 adalah pembatasan kenaikan upah minimum dimana besaran kenaikan upah rninimurn harus mengikuti rumusan pemerintah pusat yang hanya terdiri dari Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Ekonomi Nasional sehingga mengabaikan nilai Kebutuhan Hidup Layak, inflasi, pertumbuhan ekonomi dan produktifitas di daerah-daerah.
Selain itu PP tersebut juga menghilangkan peran Dewan Pengupahan Kabupaten serta Pemerintah Daerah untuk menentukan besaran Upah Minimum termasuk Upah Minirnum Sektoral (UMSK) dimana nilainya diserahkan kepada Asosiasi Pengusaha dan Serikat Pekerja untuk disepakati, dan celakanya ketika nilai tersebut tidak disepakati maka dipastikan tidak akan ada UMSK karena tidak ada aturan lebih lanjut mengenai hal ini. Walaupun kondisi ini belum terjadi di Kabupaten Bekasi, namun hal ini sedang dirasakan oleh buruh di Karawang dan Purwakarta dan tidak menutup kemungkinan jika PP 78 tahun depan masih berlaku, Kabupaten Bekasi akan bernasib sama.
Tolak Pemagangan
Sedangkan mengenai pemagangan, pada tanggal 23 Desember 2016 silam Presiden Jokowi telah meresmikan peluncuran sistem pemagangan tenaga kerja di Kawasan Industri International City (KIIC) di Karawang dan rencenanya hal yang sarna akan dilakukan di Kabupaten Bekasi pada tanggal 26 April 2017 besok di Lapangan Pemda Kabupaten Bekasi. Berdasarkan informasi yang kami kutip dari www.pikiran-rakyat.com tanggal 22 Desember 2016 “Menurut Jimmy (Wakil Bupati Karawang), Karawang dijadikan sebagai proyek percontohan dalam Program Pemagangan Nasional. Alasannya, di Karawang terdapat ribuan industri yang siap menampung para pekerja magang tersebut. “Nantinya semua daerah di Indonesia yang memiliki potensi akan melaksanakan juga program pemagangan ini, “katanya. Pada tahap awal, ditargetkan 5.000 calon pekerja menglkuti program tersebut. Mereka akan mendapat gaji dari perusahaan yang menerimanya sebesar 75% dari UMK.
Terlepas dari tujuan magang sesungguhnya yang digagas pemerintah, dari informasi diatas dan fakta-fakta yang terjadi dilapangan, kami A-B3 memandang bahwa pemagangan seakan-akan outsourcIng gaya baru, yang tujuannya untuk mengurangi labour cost, eksploitasi pekerta dengan menerapkan upah murah, karena mereka (pekerja magang) akan bekerja seperti layaknya pekerja kontrak atau tetap narnun upahnya hanya dibayar 75% padahal kita ketahui bahwa membayar upah dibawah upah minimum termasuk perbualan Pidana.
Selain itu, program pemagangan ini jika indikasinya seperti disebutkan diatas, boleh jadi yang mendorong beberapa perusahaan melakukan PHK kepada pekerjanya dengan dalih efisiensi, namun setelah itu mereka digantikan oleh pekerja magang. Sistem kerja fleksibel seperti kontrak dan outsourcing saja masih rneninggalkan persoalan yang tak kunjung selesai dan nyaris membunuh masa depan buruh di Kabupaten Bekasi ditambah lagi program pemagangan yang rawan diselewengkan oleh sebagian pengusaha, tentu saja hal ini bukan jawaban atas persoalan banyaknya pengangguran di Kabupaten Bekasi.
Selain persoalan-persoalan diatas, masih ada persoalan-persoalan lain yang harus disikapi secara serius berkenaan dengan ketenagakerjaan di Kabupaten Bekasi, seperti:
- Penangguhan upah yang menyalahi prosedur
- Kriminalisasi pengurus Serikat Pekerja
- Fungsi Pengawasan Ketenagakerjaan yang kewenangannya ditarik ke Provinsi
- KEK dan Obvitnas yang digunakan untuk melarang Mogok Kerja di perusahaan
Sehingga berangkat dari itu semua tiada pilihan lain bagi kita kecuali kembali membangun persatuan dan memperkuat solidaritas sesama kaum buruh untuk kembali turun kejalan dan menuntut pemerintah Kab. Bekasi untuk:
- Membuat surat rekomendasi pencabutan PP 78 Tahun 2015
- Menindak tegas pengusaha yang melakukan PHK sepihak dan pemagangan yang tidak sesuai dengan undang-undang.
- Meminta kepada Pernerintah Provinsi untuk mencabut permohonan penangguhan upah dari pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan atau keterangan yang ticlak benar
- Menghentikan kriminalisasi terhadap anggota serikat buruh dan mencabut ruang demokrasi seluas luasnya.
- Membuat surat rekomendasi kepada Kementerian Perindustrian untuk mencabut kawasan EJIP dan Jababeka sebagai Obvitnas.