Proses Omnibus Law Cipta Kerja telah mendekati babak akhir. Setelah berbulan-bulan melalui serangkaian proses legislasi yang dibutuhkan, RUU sapu jagat semakin mendekat ke pintu pengesahan. Tanggal 8 Oktober 2020, DPR RI diinformasikan akan menghelat sidang paripurna, dan di momen tersebut semua ikhtiar terkait Omnibus Law akan berujung. Parlemen tak lama lagi segera mengayunkan palu sidangnya, Omnibus Law Cipta Kerja akan disahkan menjadi produk per-Undang-Undangan. Semua pihak yang berkepentingan, sekarang mendapati dirinya berada di situasi dimana vonis menang atau kalah akan diketok, termaksud di dalamnya kelas buruh Indonesia. Kelas buruh Indonesia merupakan pihak yang sangat dirugikan oleh regulasi ini, selain massa rakyat luas lainnya.
Selama berbulan-bulan publik telah menyimak rupa-rupa penolakan terhadap Omnibus Law. Bukan hanya organisasi buruh, petani, pelajar dan mahasiswa, pun kalangan akademisi, intelektuil, hingga organisasi keagamaan telah menunjukkan ketidaksetujuannya untuk satu, dua, atau banyak hal. Berbagai demonstrasi pecah di puluhan kota, terutama sebelum periode pandemi menerpa Indonesia. Di kota-kota basis industri buruh menggabungkan diri dalam berbagai bentuk aliansi. Berkali-kali konvoi buruh keluar kawasan industri menjadi pemandangan di beberapa kota. Mahasiswa turut pergi meninggalkan kampus-kampus untuk menunjukkan sikap protes. Walau memang secara kuantitas masih dalam takaran yang belum bisa dikatakan memadai, semisal bila dibandingkan periode Aksi #ReformasiDikorupsi tahun lalu.
Pelajar juga ikut berhimpun dan bergabung dalam unjuk rasa. Kalangan perempuan berbaris mengambil barisan depan. Kaum tani pun tak tinggal diam. Hampir keseluruhan sektor sungguh-sungguh bergerak. Walau harus jujur kita akui, angka partisipasi, sebaran dan konsistensinya belum persis seperti yang kita harapkan.
Perang propaganda dan opini juga menyesaki lini media sosial. Perang propaganda ini melibatkan kucuran uang, untuk apa yang kita ketahui dengan mobilisasi buzzer selama beberapa bulan. Namun demikian, demonstrasi-demonstrasi serta penolakan-penolakan tidak menggoyahkan pendirian pemerintah dan parlemen untuk terus menuntaskan agenda yang mereka mau. Sebuah agenda memastikan Omnibus Law Cipta Kerja menjadi alas hukum baru yang menyamankan investasi dan akumulasi modal. Tentu saja kenyamanan itu berdiri diatas pilu rakyat dan rapuhnya hari depan generasi mendatang.
Dalam perkembangan terakhir, upaya menolak Omnibus Law masih terus diupayakan oleh beragam gerakan rakyat. Belakangan, beberapa Konfederasi Buruh merencanakan Mogok Nasional sebagai upaya final menghadang pengesahan Omnibus Law. Beberapa Konfederasi Buruh ini menyatakan hendak melancarkan Mogok Nasional pada tanggal 6, 7 dan 8 Oktober kedepan. Langkah ini merupakan sikap yang berani, maju dan benar. Pemogokan Umum, bila ia dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, akan menjadi statement politik paling berbobot setelah berbagai percobaan menghadang Omnibus Law selama ini. Mogok adalah gestur paling tegas untuk mengirim pesan perihal kesungguhan kelas buruh menolak reformasi hukum yang memberatkan kehidupan mereka.
Sejarah akan menonton dengan bola mata yang cermat, seberapa jauh kelas buruh Indonesia mampu mewujudkan pemogokan umum yang sebenar-benarnya. Apakah mesin-mesin akan berhenti berderu. Apakah pasokan komoditi akan macet. Apakah proses akumulasi laba dipaksa mandek sesaat. Apakah buruh-buruh tumpah ruah di hamparan kawasan industri. Apakah majikan segera mendapati dirinya pucat tak berdaya. Sejarah benar-benar menunggu peristiwa ini dengan perasaan yang antusias dan sekaligus berdebar-debar. Sejarah selanjutnya dengan kepala tegap dan tanpa belas asih akan memberikan pengumuman untuk menyebut siapa pemenang, siapa pecundang. Sehingga pekan ini menjadi krusial bagi peri kehidupan rakyat di Indonesia. Tidak pernah sekrusial ini beberapa tahun belakangan.
Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) sendiri sedari awal telah menjelaskan sikapnya secara repetitif terkait Omnibus Law. KPBI menolak Omnibus Law dengan berbagai argumen yang telah kami siarkan di waktu sebelum-sebelumnya. KPBI memaknai Omnibus Law merupakan serangan keras terhadap rakyat sebagai imbas perlambatan ekonomi selama pemerintahan Jokowi. Sikap KPBI tidak akan berubah hingga batas akhir perlawanan. Kami akan menggaransi itu tanpa ragu. Di kesempatan ini, KPBI hendak menaruh sejumput hormat sekaligus menghaturkan tangannya untuk bergandengan atas rencana Mogok Nasional. Segala perbedaan yang muncul selama proses perlawanan Omnibus Law saat ini mesti disisihkan dulu demi kepentingan yang lebih urgen.
Atas dasar itu semua, maka KPBI hendak menyampaikan sikap politiknya sebagai berikut:
1. Menyatakan akan melanjutkan perlawanan terhadap rencana pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja.
2. Mengajak seluruh lapisan rakyat untuk bergabung dalam Mogok Nasional pada tanggal 6, 7 dan 8 Oktober 2020.
3. Mendukung elemen manapun yang hendak mencurahkan energinya untuk melawan pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja.
4. Membuka diri untuk bekerjasama apapun demi keberhasilan perlawanan bersama dan Mogok Nasional yang akan dihelat kedepan.
5. Mengajak kelas buruh, kaum tani, pelajar, mahasiswa, masyarakat adat, kaum perempuan dan seluruh lapisan rakyat untuk melancarkan perlawanan akhir terhadap upaya mengesahkan Omnibus Law.
Demikian sikap politik kami. Tetap berlawan hingga akhir.
Jakarta, 3 Oktober 2020
Ketua Umum
Ilhamsyah
Sekretaris Jendral
Damar Panca Mulya