Perludem Nilai Debat Pertama Pilpres 2019 Kurang Substantif

Titi Anggraiani Perludem (foto:Tribunnews)

Debat Pertama Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2019 memunculkan kekhawatiran di kalangan pemerhati demokrasi. Tema prioritas “Hukum, HAM (Hak Asasi Manusia), Korupsi, dan Terorisme” yang tak menjawab kebutuhan mengkonkretkan permasalahan serta komitmen bersikap tiap calon amat mungkin terulang di debat tema berikutnya. Jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan tiap pasangan calon beserta tim suksesnya mempertahankan keadaan debat pertama pada empat debat tersisa, segala sumberdaya yang amat banyak dari berbagai pihak bisa berarti sebatas pengguguran tahapan pemillu.

KPU sebagai lembaga mandiri yang dijamin konstitusi diharapkan bisa mengoptimalkan kewenangannya untuk menyelenggarakan debat sesuai kebutuhan publik. Masih ada debat kedua dan debat berikutnya. Tema debat kedua adalah, Energi dan Pangan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, dan Infrastruktur.

Bacaan Lainnya

KPU punya tanggungjawab mengkonkretkan tema serta diharapkan berhasil menunjukan perbedaan dari tiap calon.
Berikut pembahasan singkat aspek teknis, substansi, dan panelis menyertakan rekomendasinya:

Teknis

Kami menyayangkan KPU memberikan paket pertanyaan kepada tiap pasangan calon sebelum acara debat diselenggarakan. Ternyata, jawaban paslon pun tetap tidak mendalam. Tiap paslon malah sangat normatif sehingga tak menghasilkan perbedaan argumen mengenai visi, misi, dan program terkait tema debat.

KPU diharapkan bisa membatasi secara signifikan pengunjung debat dari unsur pendukung mestinya dibatasi. Pendukung yang banyak cenderung bising dan bisa ciptakan kondisi tak nyaman dan mengganggu konsentrasi serta fokus paslon dalam berdebat.

KPU penting menjelaskan bentuk penyelenggaraan debat yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 277 UU No.7/2017 menjelaskan Debat Pasangan Calon melalui sejumlah ayat. Ayat (1), debat dilaksanakan 5 kali, yang dijelaskan pada bagian penjelasan undang-undang dengan rincian, 3 kali debat calon presiden (Capres), dan 2 kali debat calon wakil presiden (cawapres). Ayat (3) dan (4) menekankan, moderator debat dipilih KPU dari kalangan profesional dan akademisi yang berintegritas tinggi, jujur, simpatik, dan tidak memihak kepada Paslon serta dilarang memberikan komentar, penilaian, dan simpulan apa pun terhadap penyampaian dan materi dari tiap Paslon.

Namun, KPU dalam publikasi resminya menyebut lima kali debat meliputi 2 kali debat Paslon, 2 kali debat Capres, dan 1 kali debat Cawapres. Skema ini bertentangan dengan UU No.7/2017.

Substansi

Debat berjalan kurang menyertakan pembahasan substansif. Pertanyaan panelis kurang mendorong Paslon menjelaskan permasalahan, solusi, dan komitmen konkret. Pertanyaan panelis pun tak optimal mengkonkretkan visi, misi, dan program yang butuh dipertimbangkan penonton untuk menentukan pilihannya nanti pada 17 April 2019 sebagai hari pemungutan suara Pemilu 2019.

Tiap paslon cenderung hati-hati dan bermain aman. Jawaban dan bantahan belum memberikan kejutan untuk saling menguji satu sama lain. Tiap paslon pun kurang optimal memanfaatkan data/informasi untuk menjelaskan keadaan aktual dan faktual.

Misal, pembahasan soal koruptor nyaleg. Juga, pertanyaan amat baik mengenai hak warga disabilitas malah tak direspon maksimal paslon. Kedua pembahasan ini akan baik jika tiap Paslon mengaitkannya secara aktual dan faktual karena dua isu ini menjadi kontroversi berkepanjangan. Bahkan, paslon tak memahami data koruptor nyaleg dan lupus membahas warga disabilitas mental yang diduga akan dimobilisasi memilih.

Diharapkan kekurangan substansi debat pada tema pertama bisa dipenuhi para panelis dan tiap paslon pada tema kedua. Substansi mengenai “Hukum, HAM, Korupsi, dan Terorisme” diharapkan bisa terhubung dengan substansi debat kedua bertema “Energi dan Pangan, Sumber Daya Alam (SDA), Lingkungan Hidup, dan Infrastruktur”. Hukum, HAM, korupsi, dan terorisme berkelindan dengan energi, SDA, lingkungan hidup, dan infastuktur.

Panelis

Kami merekomendasi tiga kriteria panelis. Pertama, netral imparsial yang berarti tak partisan dan tak punya jejak partisan ke peserta pemilu/parpol. Kedua, berlatarbelakang akademisi atau unsur lembaga masyarakat sipil. Ketiga, menguasai bidang/tema debat.

KPU hendaknya mengoptimalkan kemandirian dalam menentukan panelis. KPU tak perlu meminta atau menerima usulan nama dari para paslon. Ini penting untuk menjaga kredibilitas dan netralitas panelis.

KPU pun diharapkan bisa mengoptimalkan peran panelis melalui segmen debat yang mempersilahkan panelis bertanya langsung kepada tiap calon/Paslon sehingga bisa leluasa membahas kasus konkret terkiat tema debat sebagaimana format debat dalam penyelenggaraan Pilkada

 

Siaran Pers Perludem,20 Januari 2019

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.