Jika Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) merupakan salah satu upaya untuk menghapuskan/menghilangkan tindakan kekerasan seksual, lantas mengapa saya harus menolaknya? Pertanyaan ini mula-mula muncul ketika saya membaca banyak pihak berupaya menolak disahkannya RUU PKS. Penolakan ini beredar di berbagai perbincangan, tanpa kecuali di media sosial.
Didorong keingintahuan atas duduk persoalan, saya kemudian mencari tahu. Dimulai dengan membaca, bertanya dan berdiskusi perihal apa sebenarnya maksud dan tujuan dibuatnya RUU PKS dan mengapa banyak pihak yang menolaknya kemudian.
Sekedar untuk informasi, buat siapapun yang belum membaca secara keseluruhan isi dari RUU PKS, Anda dapat men-download-nya secara bebas di web dpr.go.id. Dengan mendapatkan bahan yang dibutuhkan Anda akan berpeluang lebih memahami masalah dengan tepat, tidak menggantungkan pada rumor atau kasak-kusuk yang tidak jelas.
Setidaknya ada beberapa alasan yang membuat saya mendukung disusun dan disahkannya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Pertama, setiap tahun terjadi banyak kasus kekerasan seksual. Menurut data dari Komnas Perempuan melalui laporan tahunan pada 2017, terdapat 348.446 kasus kekerasan pada perempuan.
Jumlah di atas meningkat dari tahun 2016, sebanyak 259.150 kasus. Sedangkan kekerasan pada anak tercatat sebanyak 2.227 kasus pada 2017 dan meningkat dari tahun 2016 sebanyak 1.799 kasus. Lebih jauh, sejumlah 1.200 kasus pada anak diantaranya adalah incest ( kekerasan yang dilakukan oleh ayah kandung, kakak kandung ,kakek kandung dan paman ). Guna mengetahui lebih lengkap, selebihnya Anda bisa membacanya di laporan tahunan Komnas Perempuan.
Jumlah korban dari data di atas bisa jadi lebih besar karena masih banyak yang belum berani melapor. Tentu saja kasus-kasus tersebut bukan sekedar deretan angka, tetapi fakta yang harus kita hentikan bersama-sama. Bagaimana mungkin kita bisa membiarkan orang-orang melakukan kekerasan kepada keluarga, teman dan bahkan orang yang tidak dikenal.
Alasan kedua, tujuan dibuatnya RUU PKS adalah (1) untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual yang berulang, (2) melindungi korban. Dalam beberapa kasus kekerasan seksual, korban justru menjadi pihak yang banyak disalahkan ketimbang mendapatkan perlindungan (masih hangat dalam ingatan kasus Baiq Nuril, korban pelecehan seksual yang justru dipidanakan dengan UU ITE ).
Selanjutnya, (3) menindak pelaku. Banyak pelaku yang lolos dari jeratan hukum karena belum ada aturan yang jelas dan (4) untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bebas dari kekerasan seksual. Ketika orang-orang takut melakukan kekerasan seksual karena ancaman hukuman yang berat, maka akan tercipta lingkungan yang aman. Lingkungan aman dan nyaman dibutuhkan masyarakat untuk kemudahan akses terhadap pendidikan, pekerjaan, pelayanan publik, rekreasi dan lain sebagainya.
Alasan ketiga, RUU PKS dibuat untuk melengkapi aturan yang sudah ada yaitu KUHP, UU Perlindungan Perempuan, UU KDRT, UU Kesehatan dll. Beberapa hal yang dilengkapi dalam RUU PKS adalah bentuk-bentuk kekerasan seksual sehingga memudahkan dalam kategorisasi pelanggaran untuk penindakan, hak korban, keluarga korban dan saksi, tindakan pencegahan melalui pendidikan serta pelatihan, dll
RUU PKS adalah perlindungan hukum, sama sekali bukan aturan yang akan mendorong orang melakukan seks bebas, pelegalan prostitusi dan LGBT sebagaimana yang ditudingkan sebagian kalangan. Saya belum mengerti mengapa orang dilarang melakukan kekerasan terhadap orang lain dapat diartikan pelegalan zina dan prostitusi, hanya karena mereka yang tidak melakukan kekerasan, -melakukan atas dasar suka sama suka-, tidak terdampak hukum dari RUU PKS ini.
Pertanyaan lanjutannya terkait tudingan di atas adalah, bagaimana kita bisa menjangkau hal-hal yang tidak mengandung kekerasan/tindak pidana? Apakah kita akan mengawasi satu persatu setiap penduduk demi memastikan orang tidak berzina? Siapa sesungguhnya yang mendorong hal tersebut terjadi? Bisakah kita melihatnya sebagai buah dari pengaruh tayangan-tayangan televisi, berita dan konten media sosial yang tidak mendidik?
Perlu diingat, RUU PKS tidak akan menghilangkan aturan yang sudah ada sebelumnya, namun kedudukannya malah melengkapi. Kasus prostitusi online belum lama ini menunjukan bahwa prostitusi memang tidak legal di Indonesia. Jadi tudingan RUU PKS melegalkan prostitusi sama sekali tak berkesesuaian dengan fakta. Adanya RUU PKS justru akan membuat orang yang dipaksa/korban kekerasan seksual akan berani melapor.
Menciptakan lingkungan yang aman, nyaman dan bebas dari kekerasan seksual adalah tugas kita bersama. Jika masih ada hal yang perlu diperbaiki dalam RUU PKS mari bersama-sama berdiskusi. Menolak secara keseluruhan adanya UU Penghapusan Kekerasan Seksual sama saja kita akan terus melanggengkan terjadinya kekerasan seksual. Rasanya sebagai perempuan dan manusia waras, mustahil kita akan menyetujui itu.
****
(Penulis adalah anggota Departemen Pendidikan FPBI)