“TUNTASKAN REVOLUSI NASIONAL AGUSTUS 1945, REBUT KEMBALI KEMERDEKAAN UNTUK DEMOKRASI DAN KESEJAHTERAAN, MENANGKAN HAK PEMUDA ATAS KEBUDAYAAN, PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN!”
Proklamasi ‘Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia…’ itulah sepenggal kutipan naskah proklamasi yang dibacakan dihadapan massa kaum muda Indonesia kala itu.
Secara historis, Pemuda Indonesia mempunyai peran aktif dalam perkembangan dan perjuangan masyarakat Indonesia, hingga diproklamirkan nya kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945. Semangat kaum muda Indonesia mengobarkan perjuangan patriotik-militan bagi pembebasan nasional dari jajahan kolonial, mewujudkan cita-cita kemerdekaan Negara Republik Indonesia (NRI) sepenuhnya yang mandiri-berdaulat, maju-sejahtera, adil dan makmur.
Perjuangan panjang merebut kemerdekaan dari tangan penjajah (Kolonial Belanda) tentunya membawa harapan besar akan masa depan yang gemilang bagi Rakyat Indonesia. Dan, peran besar Pemuda Indonesia pada masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia (1945-1950).
Berawal saat Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Hal tersebut menandai bahwa Indonesia memiliki kedaulatannya sendiri yang diakui sama seperti negara-negara merdeka lainnya. Namun, Belanda ingin kembali ke Indonesia, padahal Indonesia baru saja memproklamirkan kemerdekaan terbebas dari penjajahan Jepang. Maka, pecah perang bersenjata antara rakyat Indonesia melawan kolonial Belanda selama empat tahun, mulai 17 Agustus 1945 hingga Desember 1949. Rakyat bergerak melakukan perlawanan yang berujung terjadi perjuangan Revolusi Indonesia.
Revolusi Agustus 1945 seharusnya menghancurkan mesin instrumen-negara kolonial beserta segala aparatur kolonialisme nya di Indonesia, dan bukannya sekedar pemindahan kekuasaan ke tangan rakyat Indonesia. Revolusi Agustus 1945 seharusnya mendirikan negara yang sama sekali baru, negara yang dikuasai bersama oleh kelas-kelas anti-imperialisme dan anti-feodalisme dibawah kepemimpinan kelas buruh.
Ini merupakan syarat mutlak untuk memahami kebenaran dalil bahwa “soal pokok dari setiap revolusi adalah soal kekuasaan negara”. Karena revolusi dalam arti yang konkret adalah penggulingan kekuasaan kelas penindas, atau perebutan kekuasaan negara dari tangan kelas penindas oleh kelas-kelas tertindas. Kelas-kelas tertindas, untuk membebaskan dirinya dari penindasan dan penghisapan tidak ada jalan lain kecuali melakukan revolusi, yaitu dengan menggulingkan kelas penindas dari kekuasaan negara, merebut kekuasaan negara. Sebab negara adalah alat kelas yang berkuasa.
Tetapi bagi suatu revolusi Rakyat yang sesungguhnya tidaklah cukup hanya dengan merebut kekuasaan dari tangan kelas-kelas penindas, dan menggunakan kekuasaan yang direbutnya itu. Bahwa suatu revolusi Rakyat yang sungguh-sungguh dapat dikatakan mencapai kemenangan yang menentukan apabila telah menyelesaikan syarat mutlak tersebut, dan bersamaan dengan itu membentuk alat kekuasaan yang sama sekali baru, yakni negara yang diciptakan oleh kelas yang berkuasa untuk menindas kelas yang dikuasai.
Ketika berbicara revolusi di Indonesia tanpa mengikutsertakan peran pemuda, itu namanya “memalsukan” sejarah. Justru keterlibatan pemuda dalam revolusi membuat perjuangan massa rakyat menjadi bergairah dan bergelora.
Lalu, dari mana dan bagaimana pemuda memulai revolusi itu?
Dalam sebuah tulisan berjudul Revolusi Pemuda dari Benedict Anderson, bahwa dalam perjuangan Revolusi Kemerdekaan (1945-1950) pemuda menyuarakan percepatan kemerdekaan dan mempelopori pembangunan gerakan massa. Karena itu kaum muda siap berkorban mengabdikan tenaga jiwa raga untuk mencapai tujuan, yaitu: kemerdekaan. Aliansi pun dibangun, yakni Komite Aliansi Pemuda Indonesia, terdiri atas Pemuda Menteng 31, Asrama Indonesia Merdeka, dan Prapatan 10, yang selanjutnya memicu pembentukan Aliansi Pemuda Indonesia. Dan dari kelompok ini pula letupan pertempuran digelorakan menjelang kemerdekaan.
Di Jakarta, massa pemuda mengawali gerakannya dengan merebut tempat-tempat strategis seperti stasiun radio penyiaran dan stasiun kereta api Jatinegara dan Manggarai. Kedua tempat ini merupakan tempat strategis informasi dan transportasi. Penyerbuan dan pembakaran kantor-kantor pemerintahan Jepang menjadi kegiatan yang terus digerakkan massa pemuda.
Sekalipun Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, namun Revolusi Agustus 1945 secara pasti mengalami kegagalan, ketika kekuatan borjuasi reaksioner berhasil merebut sepenuhnya kekuasaan negara pada tahun 1948, dan dengan didikte oleh imperialis AS menjalankan teror putih terhadap kaum progresif revolusioner dan pejuang-pejuang patriotik lainnya.
Selanjutnya, atas dikte AS sebagai mediator, Hatta dan Syahrir, maka pemerintah reaksioner Indonesia yang dikepalai oleh Mohamad Hatta menandatangani persetujuan KMB (Konferensi Meja Bundar) di Den Hag pada 2 November 1949, dengan menyepakati kewajiban membayar hutang kepada Belanda, sebesar 4,5 Milyar Gulden setelah ditawar dari 6,5 Milyar Gulden (Permintaan Belanda).
Ketiadaan kepemimpinan kelas buruh menyebabkan Revolusi Agustus tidak menjalankan tugas pendahuluan yang seharusnya dilaksanakan, yaitu “menghancurkan mesin negara kolonial sampai ke akar-akarnya dan membentuk kekuasaan politik revolusioner dibawah kepemimpinan kelas buruh”. Revolusi Agustus 1945 tidak dapat mencapai tujuan obyektifnya, yaitu Indonesia yang merdeka penuh dan demokratis, Indonesia yang berdasar Demokrasi Rakyat sebagai jalan peralihan menuju ke masyarakat baru.
Revolusi Agustus telah berakhir dengan kegagalan, karena tidak adanya kepemimpinan kelas buruh dan karena pengkhianatan klas borjuasi reaksioner Indonesia.
Kekuasaan yang dilahirkan oleh Revolusi Agustus bukan kekuasaan Demokrasi Rakyat, melainkan kekuasaan elemen-elemen komprador (kelas borjuis) yang menduduki pemerintahan, dan alat-alat birokrasi kolonial tidak dihancurkan secara total dan tidak diganti dengan alat-alat kekuasaan yang sama sekali baru. Tanpa membentuk kekuasaan Demokrasi Rakyat, Revolusi Agustus 1945 tidak dapat melenyapkan imperialisme dan feodalisme.
Sejak persetujuan KMB itu Negara Republik Indonesia (NRI) sama sekali bukan alat untuk menyelesaikan Revolusi Agustus 1945, tetapi merupakan alat ditangan keluasaan kelas borjuasi komprador dan tuan tanah Indonesia untuk melindungi kepentingan imperialisme dan mempertahankan sisa-sisa feodalisme, serta untuk menindas Rakyat terutama massa buruh dan tani yang berjuang melawan imperialisme dan sisa-sisa feodalisme.
Persetujuan KMB (Konferensi Meja Bundar) melegalkan kembali hak-hak istimewa kaum imperialis Belanda dilapangan politik, ekonomi, militer, dan kebudayaan. Menjadikan Indonesia sebagai negeri yang tidak merdeka-berdaulat penuh, negeri yang tidak punya hak untuk menentukan nasib rakyat nya sendiri.
Watak kekuasaan negara yang anti-Rakyat itu dibuktikan dengan terang oleh penindasan terhadap hak-hak demokrasi, antara lain larangan aksi mogok bagi kaum buruh dan pengusiran dengan kekerasan senjata terhadap aksi pendudukan kaum tani atas tanah-tanah perkebunan imperialis.
Meskipun terjadi peralihan kekuasaan dari pemerintah Belanda kepada pemerintah Indonesia, namun pada sejatinya imperialisme Amerika Serikat (AS) sebagai pemenang perang dunia kedua berhasil menancapkan dominasinya dalam ekonomi, politik, kebudayaan di Indonesia.
Indonesia memasuki fase penjajahan baru (Neokolonialisme), dimana penyerahan kedaulatan rejim berkuasa kepada kekuatan imperialisme (kapitalis monopoli internasional) Amerika Serikat.
Ditahun 1949 Amerika Serikat (AS) menawarkan pinjaman kepada negeri-negeri yang baru merdeka seperti Indonesia untuk membayar hutang kepada Belanda dan untuk pembangunan di dalam negeri yakni Program Marshal Plan (Program pendanaan/pinjaman untuk pembangunan).
Untuk pinjaman tersebut, AS meminta kompensasi berupa pembukaan ijin investasi dan pembangunan industri di Indonesia. Namun, ajuan tersebut baru terealisasi setelah jatuhnya rezim Soekarno dan digantikan oleh rezim Soeharto, berupa penerbitan Undang-undang Penanaman Modal Asing (UU-PMA) disusul pembangunan Industri tambang asing pertama di Indonesia (paska proklamasi), yakni tambang emas dan tembaga “Freeport Indonesia” milik AS.
Sejak saat itu, imperialisme AS berhasil menciptakan pemerintahan rezim boneka-nya di Indonesia bagi kepentingan nya. Inilah yang disebut sebagai sistem jajahan baru (Neokolonialisme) atas Indonesia, dimana aparatus pemerintahan boneka yang tunduk pada dikte Imperialisme AS.
Selanjutnya, dibawah kekuasaan rezim Soeharto, melalui Intern Goventmen Group on Indonesia (IGGI) yang diketuai oleh Belanda, pemerintah Belanda menjalankan agenda terselubung untuk penyelesaian ganti rugi atas nasionalisasi perusahaan Belanda yang dilakukan oleh pemerintahan Soekarno, senilai US$ 2,4 milyar, yang selanjutnya oleh pemerintah Belanda diklaim sebagai hutang Indonesia.
Kemudian, guna melayani kepentingan kapitalisme monopoli (imperialisme) maka basis sosial feudal di Indonesia dipertahankan dalam bentuk monopoli dan perampasan tanah melalui skema penguasaan agraria oleh tuan tanah besar (kepemilikan swasta dan negara) guna melayani kebutuhan kapitalisme monopoli (imperialisme) yang ingin membangun berbagai sektor usaha perkebunan maupun pertambangan di Indonesia.
Pemuda Indonesia tidak akan dapat merdeka sepenuhnya dan menentukan nasibnya sendiri untuk mencapai kemajuan dilapangan ekonomi, politik, kebudayaan dan apabila masih ditindas dan dihisap oleh imperialisme AS beserta kaki tangannya di Indonesia, yakni klas borjuasi besar komprador, tuan tanah dan kapitalis birokrat.
Sepanjang 9 (sembilan) tahun kekuasaan rezim Jokowi, seluruh pembangunan dan kebijakan yang dijalankan sepenuhnya bukan untuk memperkuat pondasi ekonomi dan kedaulatan rakyat dan bangsa Indonesia, sebagaimana tercermin dalam regulasi UU Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Nomor 2 Tahun 2012, serta PP Nomor 42 Tahun 2021 Tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional (PSN).
Jokowi telah menetapkan 225 Proyek dan 10 Program selama periode 2020 – 2024 dengan jumlah anggaran Rp. 6.555 Triliun yang diambil dari APBN, hutang pada IMF dan World Bank, serta pemotongan subsidi publik.
Rezim Jokowi bersama barisan oligarki penyokongnya yakni kelas borjuis besar komprador dan tuan tanah besar adalah manifestasi setiap kebijakan yang mengabdi pada kepentingan imperialis dengan menjalankan agenda Neoliberalisme yakni melakukan liberalisasi dan privatisasi melalui de-regulasi perundang-undangan seperti Omnibus law ”UU” Cipta kerja memfasilitasi dan mengamankan kepentingan imperialis AS, Eropa, Jepang, Tiongkok, dll-nya, atas seluruh investasi, hutang, dan pembiakan super-profitnya (keuntungan besar) bagi kepentingan kapitalisme monopoli internasional (imperialis).
Semua proyek itu nyatanya hanya mampu menyediakan lapangan kerja yang terbatas, dengan upah rendah dan beban kerja tinggi, walau investasi asing dan hutang luar negeri dari bank besar monopoli internasional ditanamkan negara. Semua itu berlangsung dengan alat kerja sederhana dan terbelakang, oleh para pekerja-pekerja muda yang berkemampuan rendah tanpa pendidikan dari negara.
Untuk mempertahankan pasar tenaga kerja tetap murah dan “efisien”. Menciptakan barisan besar angkatan pengangguran dipertahankan rezim yang berkuasa. Pada 2023, terdapat sekitar 7,99 juta pengganguran dengan 12% berasal dari lulusan perguruan tinggi yang hanya mampu diakses 8,95 Juta atau sekitar 6% dari total pemuda. Sementara itu, angkatan kerja yang beruntung diserap pasar, separuhnya berada disektor non-formal dan serabutan tanpa jaminan sosial.
Kekuasaan akan tetap berada dilingkaran oligarki kelas penguasa. Rezim pelanjut (Prabowo-Gibran) sudah dapat dipastikan akan melanjutkan kebijakan-kebijakan rezim boneka imperialism yang anti pemuda dan anti demokrasi.
Prabowo-Gibran pelanjut rezim Jokowi tidak ada gunanya bagi Pemuda Indonesia dan hanya akan menghabiskan APBN pada alokasi yang tidak perlu, serta menjadi “lahan basah” bagi para kapitalis birokrat untuk merampok (korupsi) dana yang digunakan untuk program-program tersebut. Sudah dapat dipastikan akan melanjutkan kebijakan-kebijakan rezim boneka imperialism yang anti pemuda dan anti demokrasi.
Jelas rezim baru ini tidak akan mampu, dan tidak akan memiliki watak menyelamatkan kaum muda dari malapetaka yang terjadi. Kecuali, sebaliknya yaitu akan semakin memastikan perampasan uang rakyat melalui berbagai skema culas, seperti kenaikkan berbagai pajak, iuran jaminan sosial, dll, yang dikenakan kepada rakyat. Kesemuanya itu akan digunakan untuk membiayai agenda program kapitalisme internasional (imperialis).
Tidak bisa tidak, kekuasaan negara yang dipegang oleh segelintir orang itu harus direbut oleh kaum muda, kita tak bisa berharap pada para politisi dan pengusaha kaum pemodal kelas penguasa yang saat ini menjalankan Negara hari ini di dalam pemerintahan, yang termanifestasikan pada partai-partai politik yang ada di parlemen hari ini.
Secara umum keadaan masyarakat Indonesia yang terkondisikan keterbelakangan, ini menyebabkan hancurnya masa depan Pemuda Indonesia sebagai tenaga produktif dalam membangun perubahan-maju bangsa Indonesia.
Maka, seruan kepada Pemuda Indonesia dan seluruh massa rakyat Indonesia, bahwa butuh untuk bersatu, memperkuat persatuan dan solidaritas rakyat guna menolak dan melawan seluruh kebijakan fasis rezim Jokowi yang nyata-nyata anti-rakyat dan anti-demokrasi, termasuk rezim pelanjutnya “Prabowo-Gibran” yang sepenuhnya mengabdi pada kepentingan imperialisme. Pemuda Indonesia tak boleh membiarkan kekuasaan Negara dikendalikan oleh oligarki segelintir orang untuk mengakumulasikan kekayaannya.
Pemuda Indonesia sebagai tenaga yang sangat produktif dan dengan tingkat mobiitas yang sangat tinggi. Ia mempunyai peranan besar dalam menopang perjuangan di Indonesia, mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri-berdaulat, adil, dan makmur-sejahtera. Untuk itu, maka Pemuda Indonesia harus memperhebat lagi perjuangan Demokrasi Rakyat sebagai gerakan politik massa luas, yang maju dan demokratis berkarakter kelas.
Massa kaum intelektual golongan Pemuda yang terdiri dari kalangan pelajar dan mahasiswa, guru, dosen, peneliti, penulis mengalami berbagai masalah pula dibidang ekonomi, politik dan kebudayaan. Dimana kaum intelektual ini menyandarkan hidupnya dari keterampilan. Kerja keterampilan dan kebudayaaan (pengetahuan) nya ini beririsan dengan aspek bidang ekonomi, politik dan kebudayaan, yang juga sebagai sandaran pemenuhan kebutuhan hidupnya sendiri. Secara umum mereka sangat kritis terhadap kenyataan yang ada, sebab, apa yang dilakukan oleh imperialisme beserta rezim pemerintah boneka-nya jauh dari ilmiah dan anti-rakyat, memiskinkan, membuat keterbelakangan rakyat Indonesia.
Pemuda Indonesia kalangan intelektual berjuang untuk hak-hak nasional dan demokratiknya bagi kepentingan kaum muda dan juga seluruh rakyat Indonesia. Sudah tepat dan benar, bahwa kaum muda harus memperjuangkan hak-hak dan kepentingan sektornya, yaitu “PENDIDIKAN, PEKERJAAN, DAN KEBUDAYAAN” nya, berjuang bersama massa kaum buruh, kaum tani dan kalangan masyarakat luas lainnya demi hak-hak dan kepentingan nasional yang berdaulat dan demokratis bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
Maka, butuh kekuatan politik yang diinisiasi oleh gerakan para aktivis massa rakyat, organisasi-organisasi massa, kaum profesional, intelektual progresif, kekuatan patriotik yang maju dan demokratis, kalangan akademisi, praktisi, para profesional demokratis serta seluruh rakyat; kaum buruh, kaum tani, masyarakat adat suku-suku bangsa, kalangan pemuda pelajar (mahasiswa), perempuan, masyarakat miskin perkotaan dan seluruh massa rakyat terhisap dan tertindas Indonesia untuk bersatu memperkuat persatuan, melakukan langkah bersama, melakukan perlawanan seluruh kebijakan kelas penguasa yang anti-rakyat, anti-demokrasi dan memiskinkan penghidupan rakyat Indonesia.
Semangat rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih pada 17 Agustus 1945 dan perjuangan untuk mengusir penjajah yang mencoba kembali masuk melalui agresi militer, dikhianati oleh perjuangan diplomasi yang berhasil mempreteli kemerdekaan yang telah diraih.
Perjuangan panjang rakyat Indonesia selama ratusan tahun untuk merdeka dari penjajahan dan niatan untuk membangun negara yang mandiri dan berdaulat berhasil dipatahkan begitu saja oleh imperialisme AS.
Hari Proklamasi Kemerdekaan Rakyat Indonesia (17 Agustus 1945) harus jadikan sebagai momentum guna mengingatkan Pemuda Indonesia untuk membangun kebudayaan baru yang patriotik-kerakyatan dan demokratik, kebudayaan maju yang memperbesar kekuatan massa Pemuda Indonesia guna menopang dan mendorong perjuangan rakyat Indonesia.
Solusi bagi kita, kaum muda adalah menyiapkan sendiri barisan massa didalam organisasi-organisasi massa pemuda, untuk bersiap melawan rezim penindas yang baru demi mewujudkan Indonesia merdeka sesungguhnya yang mandiri dan berdaulat, membangun Indonesia yang demokratis yang maju makmur-sejahtera.
Dengan membangun organisasi-organisasi massa sebagai kekuatan politik baru dalam perjuangan politik di Indonesia. Organisasi massa yang bisa menjadi kekuatan politik baru adalah organisasi sektoral rakyat, yang dibangun berbasis sektor ekonomi rakyat, seperti organisasi tani, buruh, buruh migran, pemuda, mahasiswa, perempuan, hingga guru, intelektual maupun tenaga kesehatan. Dengan organisasi multi-sektoral rakyat dari masing-masing sektor dapat memperjuangkan persoalan disektoralnya masing-masing, mulai dari soal produksi, politik, hingga sosial-kebudayaan dan sembari membangun aliansi massa rakyat untuk perjuangan demokratis dan perjuangan kedaulatan nasional.
Didasarkan atas kenyataan bahwa perubahan sejati hanya bisa diciptakan oleh tangan rakyat sendiri! Bahwa perjuangan tidaklah dapat dijalankan sendiri-sendiri secara terpisah-pisah, maka harus menjadikan organisasi rakyat sebagai kekuatan politik baru, dan tidak bergantung pada kelas penguasa. Hanya inilah solusi sejati bagi politik rakyat! Hanya dengan inilah, reforma agraria sejati sebagai basis membangun industrialisasi nasional dapat terwujud, melalui tugas utama “Membangkitkan, Mengorganisasikan dan Menggerakan massa” untuk berjuang bersama. (pemuda.maeng)
Mari, bung rebut kembali!
Pemuda Indonesia; Belajar, Bersatu, Berjuang bersama Massa!
Hidup Pemuda, Jayalah Perjuangan Rakyat Indonesia!