Dihadiri oleh lima puluh tujuh peserta, pada Minggu malam (22/11/2020), KPBI menyelenggarakan diskusi online dengan tema pembangunan partai politik. Diskusi yang dihadiri oleh perwakilan dari berbagai wilayah dan kota, serta delegasi federasi ini mula-mula dibuka dengan tanggapan atas draf persatuan yang telah beberapa pekan beredar di internal KPBI. Seperti diketahui, Dewan Eksekutif Nasional KPBI telah menyusun draf persatuan yang salah satu isinya mengerucut pada kebutuhan pembangunan partai.
“Spontanitas massa yang mengandung kelemahan mendasar, yang menonjol selama aksi-aksi penolakan Omnibus Law tidak bisa dibiarkan terus menggelinding tanpa upaya intervensi. Gerakan harus melaju hingga tahapan yang lebih jauh. Membangun alat politiknya sendiri. Partainya gerakan rakyat.”, ujar Damar Panca, membuka komentar dalam diskusi tersebut.
Herman, Katua FPBI menjelaskan batasan-batasan dari perjuangan ekonomi dan mengapa perjuangan politik tidak terelakkan dalam gerakan buruh.
“Secara mendasar kami bersetuju, tidak ada yang berbeda, dengan konsep persatuan itu. Sejak awal kami bersepakat bahwa perjuangan kelas tertindas pada akhirnya membutuhkan alat politik berupa partai. Kita tidak bisa hanya berkutat soal upah, cuti atau PHK belaka, namun juga mengenai masalah pokok siapa yang berkuasa.”
Beberapa peserta lain, mengajukan opini yang senada. Secara umum proposal pembangunan partai mendapat sambutan yang positif dalam diskusi malam itu. Pada kesempatan ini, Ilhamsyah, selaku Ketua Umum KPBI menjelaskan upaya pembangunan partai yang pernah dilakukan KPBI,
“Kita mencobanya menjelang Pemilu 2019, melalui Rumah Rakyat Indonesia (RRI). Tapi sejarah belum cukup berpihak ke kita. Upaya tersebut masih kandas. Namun semangatnya tentu saja masih menyala. Kongres kita sendiri mengamanatkan pembangunan partai sebagai klausul penting. Pembangunan partai harus selalu menjadi agenda wajib, bukan musiman, dalam kalender perjuangan kita.”
Mudarip, mewakili FBTPI menegaskan bahwa diantara anggota dan pengurus FBTPI sendiri sudah sejak lama memahami kepentingan ‘go politic’ sebagai tugas organisasi yang harus diwujudkan.
“Posisi kami sudah lama membahas ini. Kami ngikut, tentu saja dengan kritis, bagaimana KPBI menerjemahkan maksud-maksud pembangunan partai yang akan dilakukan kedepan.”
Dalam diskusi juga disinggung berbagai aksi parlementer yang muncul di berbagai negeri. Pembangunan partai berbasis aliansi gerakan rakyat sebagai upaya kanalisasi gerakan massa menjadi sumber referensi yang akan dipelajari lebih jauh. Meski belum dikupas secara mendalam, pengalaman-pengalaman seperti Podemos di Spanyol, Syriza di Yunani, hingga peristiwa-peristiwa di Venezuela serta Bolivia belakangan, sempat menjadi bagian dari konten pembicaraan.
“Tantangannya tidak mudah. Ada persoalan-persoalan taktikal yang sudah harus mulai dipikirkan”, sahut Khamid Isktakhori, salah seorang aktivis senior Federasi Serbuk.
Seperti diketahui, sudah lama kekosongan politik terjadi dalam panggung politik nasional. Gerakan buruh dan rakyat tertindas secara luas tidak memiliki partai politiknya sendiri. Semisal setiap Pemilu tiba, alih-alih mampu menjawab persoalan tersebut, kekosongan yang menganga ini kerap ditambal dengan mengulang-ngulang kampanye Golput. Sebuah kampanye yang sesungguhnya bukan merupakan jawaban esensial atas kebutuhan perjuangan rakyat tertindas.
Diskusi menyangkut pembangunan partai politik sendiri direncanakan akan menjadi agenda reguler KPBI hingga menjelang terlaksananya Kongres KPBI awal tahun depan. Dewan Eksekutif Nasional KPBI menyadari pentingnya memperhebat konten politik dalam diskursus internal, agar barisan anggota memegang orientasi perjuangan kelas yang jelas dan tidak terjebak dalam aktifitas ‘serikat buruhisme’ belaka.
****