Ratusan anggota Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP JICT) bersama elemen pekerja lain mengadakan aksi lanjutan “Selamatkan Pelabuhan Nasional, Save JICT-Koja, Save Pekerja Pelabuhan”.
Kali ini aksi dilakukan di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan kembali mendirikan tenda keadilan dan membawa payung hitam sebagai simbol berlarutnya pengusutan kasus korupsi perpanjangan kontrak JICT-Koja oleh KPK.
Pekerja Pelabuhan Indonesia mendesak KPK segera menuntaskan kasus dugaan kejahatan korupsi lintas negara tersebut yang dilakukan secara sistematis oleh Hutchison Hong Kong bersama beberapa pejabat Pelindo II era RJ Lino.
Hal ini tercantum dalam audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) yang telah menyatakan indikasi kerugian negara hampir Rp 6 trilyun dan beserta pelanggaran Undang-Undang yakni:
1. Pelanggaran UU 17/2008 tentang Pelayaran terkait tidak adanya izin konsesi dalam kasus kontrak JICT-Koja
2. Pelanggaran PerMen BUMN Per-01/MBU/2011 tentang penerapan GCG (tata kelola perusahaan yang baik) terkait tidak adanya RUPS, RJPP dan RKAP
3. Pelanggaran PerMen BUMN No PER-06/MBU/2011 tentang Pendayagunaan Aktiva Tetap karena Hutchison ditunjuk langsung tanpa syarat sah
4. Permen BUMN Per-15/MBU/2012 tentang Pengadaan yang Kompetitif, Adil dan Wajar
Sampai saat ini Hutchison masih bermain di area abu-abu dengan tetap menjalankan paksa kontrak JICT-Koja karena absennya hukum dan ketegasan pemerintah serta aparat penegak hukum.
Hutchison sering mengaburkan fakta substantif pelanggaran aturan dan kerugian negara kasus kontrak JICT-Koja dengan isu non substantif seperti gaji pekerja yang besar ataupun gangguan iklim investasi.
“Siapapun Penolak Hutchison adalah Musuh Negara. Pekerja JICT sudah bergaji besar. Ngapain demo-demo?” kata RJ Lino mantan Dirut Pelindo II dan antek-antek asing yang terindikasi sebagai pemburu rente• penjualan aset bangsa.* Mereka merasa ada kepentingan yang terganggu jika JICT-Koja dinasionalisasi.
Padahal dengan tegaknya aturan di Indonesia akan memberi kepastian hukum kepada investor dan menghapus area abu-abu yang sering digunakan pemburu rente atas nama investasi.
Akibat kritik pekerja untuk menyelamatkan aset bangsa, manajemen melakukan PHK massal 400 pekerja lewat dalih pergantian vendor, pemotongan hak-hak pekerja, kriminalisasi dan melakukan pemberangusan serikat secara vulgar.
Untuk itu SP JICT mendesak KPK segera menuntaskan kasus mega korupsi kontrak JICT-Koja.
Hutchison silahkan garap pelabuhan lain selain JICT-Koja yang sudah untung dan siap dinasionalisasi. Secara SDM, Peralatan dan sistem sudah mumpuni. Pasar pun sangat tidak bergantung kepada Hutchison karena sejak 1999, JICT menjadi pelabuhan tujuan bukan transit. Sehingga barang-barang dipakai untuk kebutuhan dalam negeri dan re-ekspor.
Lagipula dalam perjanjian awal tahun 1999, tidak ada klausul perpanjangan saat kontrak awal berakhir 2019.
Ketegasan KPK menjadi kunci dan preseden, jangan sampai ada lagi kejahatan korporasi atas nama investasi dalam kasus penjualan aset negara. Apalagi sampai mengorbankan putra putri bangsa pekerja pelabuhan Indonesia untuk di-PHK massal.
Jakarta, 18 Desember 2018
Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja JICT
M Firmansyah
#SaveJICTKoja
#Justice4IndonesianDockWorkers
#ByeHutchison