Perjuangan Kita

Membangun Kesadaran Dan Partisipasi Buruh Perempuan Dalam Keluarga, Organisasi, dan Masyarakat

 

Perempuan berderajat lebih rendah dibanding laki-laki, demikianlah anggapan umum yang berlaku sekarang ini tentang kedudukan kaum perempuan dalam masyarakat. Anggapan ini tercermin dalam prasangka-prasangka umum, seperti seorang istri harus melayani suami, perempuan itu turut ke surga atau ke neraka bersama suaminya, dan lain sebagainya.

Prasangka-prasangka ini mendapat penguatan dari struktur moral masyarakat yang terwujud dalam tafsir tertentu atas peraturan-peraturan berbasis agama dan adat. Muncul pula pandangan semacam “lagipula, sepanjang ingatan kita, bahkan nenek moyang kita keadaannya memang sudah begini?”.

Tentu saja anggapan tersebut adalah keliru belaka. Para ahli antropologi telah menemukan bukti-bhkti bahwa keadaan perempuan dalam masyarakat tidaklah selalu demikian. Banyak suku di Asia, Eropa, dan juga Amerika memiliki struktur kedudukan yang setara dalam mendudukan perempuan dan laki laki. Bahkan banyak diantara perempuan pada jaman silam yang menjadi prajurit dan pimpinan perang, suatu pekerjaan yang kerap dipresepsikan sebagai monopoli laki-laki.

Lalu dari mana asal usul terjadinya penindasan dan penyingkiran terhadap peran perempuan? Banyak penelitian sejarah mengungkap, proses penindasan dan penyingkiran ini terjadi ketika perempuan mulai terpisah dari proses produksi. Perannya bergeser dari lapangan produktif ke lapangan domestik. Dan proses itu telah terjadi sejak ribuan tahun silam. Lantas melembaga dalam budaya, masyarakat dan negara.

Saat ini ketika fase masyarakat berubah menjadi kapitalistik, -dimana kaum perempuan dilibatkan kembali dalam lapangan produktif-, justru melahirkan beban ganda dikarenakan kultur yang memandang perempuan sebagai manusia kelas dua belum terhapuskan. Pelibatan perempuan dalam lapangan produktif tidak menjadi otomatis membebaskan dirinya dari ketertindasan, justru sebaliknya, melipatgandakannya.

Kondisi ini semakin membuat perempuan mengalami berkali-kali penindasan. Di dalam keluarga perempuan terpojokkan dengan kewajiban kerja domestik, di pabrik mendapat diskriminasi terhadap hak, sementara di masyarakat disingkirkan dari proses pembangunan dan kebijakan.

Di dalam keluarga posisi perempuan mendapat beban ganda pekerjaan. Dibandingkan laki-laki jumlah waktu pekerjaan dan jenis pekerjaan domestik lebih besar dibebankan kepada perempuan. Bangun tidur harus lebih dulu, lalu mempersiapkan dan merapihkan kebutuhan keluarga sebelum berangkat kerja ke pabrik maupun kantor.

Di pabrik, seringkali buruh perempuan mendapatkan diskriminasi karena dianggap tidak seproduktif buruh laki-laki. Pemberian upah yang lebih kecil, pelecehan seksual ditempat kerja, tidak mendapatkan hak yang sama, bahkan sering dipersulit ketika mencoba mendapatkan haknya.

Lebih luas lagi, dalam kehidupan bermasyarakat kaum perempuan juga mengalami pengerdilan peran. Jarang sekali kaum perempuan dilibatkan dalam pengambilan keputusan bersama warga, bahkan stigma buruk sebagai kelompok penggosip menjadi hal yang lumrah disematkan kepada perempuan. Stigma semacam ini justru semakin menutup ruang gerak perempuan dalam masyarakat.

Bagaimana Seharusnya Peran Perempuan?

Kemampuan tubuh perempuan dibatasi dan dipusatkan hanya di ranah domestik, dan perempuan pelaksana tugas rumah tangga. Seperti disampaikan di awal, sebelum pada akhirnya perempuan didomestifikasi dan kemampuan kerjanya direduksi hanya sebagai kerja reproduktif, pelayanan, dan pemeliharaan, perempuan dan laki-laki sesungguhnya adalah setara.

Perempuan dan laki laki tentu saja harus menghapus perspektif yang menyingkirkan perempuan. Perempuan harus membangun kesadarannya agar perjuangan perubahan kehidupan bagi perempuan dapat dimenangkan. Lantas darimana kita mulai perubahan itu sendiri?

Pertama kali yang harus diubah ialah perspektif dan kesadaran perempuan itu sendiri. Menumbuhkan kesadaran dengan banyak berdiskusi, belajar untuk berani berbicara menyuarakan kepentingan perempuan serta mengambil peran dalam setiap pengambilan keputusan itu sendiri. Proses ini setidaknya mesti dijalankan dalam 3 lingkaran terdekat saat ini :

Keluarga

Sebagai perempuan apalagi sebagai istri, tentu beban ganda pekerjaan menjadi PR yang harus di bicarakan bersama. Di keluarga harus dibicarakan pembagian kerja domestik. Kerja domestik harus menjadi tanggung jawab bersama, salah satunya agar waktu untuk istirahat dan demi kepentingan kesehatan bersama selalu terjaga.

Dalam setiap pengambilan keputusan keluarga pun harus didiskusikan bersama agar setiap kepentingan perempuan terwadahi. Tentunya dengan cara diskusi dengan baik, bersama suami dan anggota keluarga yang lain. Berikan juga pemahaman kepada keluarga perspektif perjuangan, bahwa selain di keluarga, perjuangan kehidupan harus dilakukan juga di tempat lain seperti organisasi dan masyarakat. Sangat beruntung jika pejuang perempuan mendapatkan dukungan penuh dari keluarganya.

Organisasi

Sangat penting sekali perempuan mengambil banyak peran dalam organisasi, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam pelaksanaan. Tanpa keterlibatan perempuan, organisasi hanyalah menjadi kumpulan lelaki yang tidak mempunyai perspektif pembebasan perempuan secara tepat.

Keterlibatan perempuan menjadi sangat penting dalam menyusun program pendidikan, advokasi, juga perjuangan yang akan dilakukan organisasi demi kepentingan perempuan mendapatkan tempatnya dalam perjuangan bersama.

Masyarakat

Dalam masyarakat, jarang sekali pelibatan perempuan dalam pengambilan keputusan strategis. Perempuan hanya ditempatkan dan ditugaskan pada peran pelaksanaan seperti posyandu atau peran yang kurang penting lainnya. Kebijakan pembangunan di masyarakat sangat bias gender.

Ada banyak contoh terkait masalah ini. Kita bisa menemukan fakta terjadinya keguguran saat perempuan hamil melewati jalan rusak yang mengganggu kondisi janin. Pembiaran jalan rusak, mungkin tampak sepele buat sebagian orang, namun itu bisa menjadi satu contoh pembangunan yang tidak memperhatikan kepentingan perempuan.

Terlibatnya perempuan dalam setiap kebijakan masyarakat akan memastikan kepentingan perempuan menjadi prioritas dalam masyarakat. Perempuan harus berani mengambil peran dan tanggung jawab tersebut. Tidak akan ada kebijakan yang berpihak pada perempuan kalau perempuan tidak memberanikan diri ikut terlibat dan menuntut.

Pada akhirnya, keterlibatan kaum perempuan dalam setiap level perjuangan termat penting maknanya. Tidak hanya akan memunculkan pejuang-pejuang perempuan, pun memberikan kesempatan kepada laki-laki untuk belajar membangun perspektif pembebasan perempuan secara bersama. Sehingga perjuangan menuju masyarakat tanpa penindasan dapat segera terwujud.

****

Penulis adalah anggota FPBI yang tak ingin disebut namanya.

Referensi :
http://blogproletar.blogspot.com/2010/08/asal-usul-penindasan-perempuan.html
https://indoprogress.com/2014/11/memahami-penindasan-khusus-perempuan-2/

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button