Semangat perjuangan Marsinah, yang telah diwariskan sejak 24 tahun lampau, hingga hari ini masih relevan. Demikian kesaksian dari peserta yang hadir dalam acara bertajuk Malam Mengenang Marsinah.
Acara yang berlangsung di pelataran sekretariat SERBUK Indonesia tersebut dihadiri anggota dari berbagai serikat buruh anggota. Ade Solihin, wakil Sekretaris Jenderal Serbuk Indonesia menjelaskan bahwa acara ini, merupakan bentuk penghormatan atas perjuangan Marsinah. Pada tahun ke-24 kematiannya, nilai perjuangan Marsinah masih relevan dengan situasi hari ini.
“Kegigihan dan keteladanan Marsinah serta keteguhan pada prinsip perjuangan, rasanya akan selalu hadir dalam sanubari kaum buruh Indonesia,” ujar Ade. Menurut Ade, SERBUK Indonesia selalu menjadikan hari kematian Marsinah sebagai momentum refleksi perjalanan dan perjuangan.
Juhana, anggota Serikat Pekerja Kertas Pindo Deli (FSP2KI) yang juga hadir dalam acara ini menceritakan kekagumannya atas nilai juang Marsinah. “Marsinah, sejatinya gak pernah mati, sebab dia hidup di hati dan jiwa kaum buruh Indonesia,” kata Juhana.
Senada dengan Juhana, perasaan Suwanda juga sama. Suwanda menegaskan bahwa kepada Marsinah, kita berhutang besar karen kepeloporannya. “Marsinah, mempelopori sebuah perlawanan demi mempertahankan prinsip utama bagi buruh yaitu hak atas kemerdekaan dan demokrasi. Kita, akan selalu berhutan besar padanya,” ujar Suwanda.
SERBUK Indonesia setiap tahun selalu menggelar peringatan kematian Marsinah sebagai upaya mengenang perjalanan hidup Marsinah hingga kematiannya pada tahun 1993 atau 24 tahun lampau. SERBUK Indonesia secara tegas mengajak seluruh elemen gerakan buruh di Indonesia untuk memperjuangkan pengangkatan Marsinah sebagai Pahlawan Buruh Indonesia. Hal ini, seperti dinyatakan oleh Cahya Hermawan, Ketua Departemen Organisasi SERBUK Indonesia. “Penting untuk terus menerus menghidupkan jiwa Marsinah dalam keseharian hidup kita, maka sebagai wujud kecintaan terhadap Marsinah, saya mengajak agar seluruh elemen gerakan buruh Indonesia menerima usulan kaum buruh untuk menjadikan Marsinah sebagai Pahlawan Buruh Indonesia,” kata Cahya.
Pada Akhir acara, Khamid Istakhori membacakan sebuah puisi dari Sapardi Djoko Damono tentang Marsinah :
Marsinah itu arloji sejati,
melingkar di pergelangan
tangan kita ini;
dirabanya denyut nadi kita,
dan diingatkannya
agar belajar memahami
hakikat presisi.
Kita tatap wajahnya
setiap hari pergi dan pulang kerja,
kita rasakan detak-detiknya
di setiap getaran kata.
Marsinah itu arloji sejati,
melingkar di pergelangan
tangan kita ini.