Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengecam tindakan aparat Kepolisian Resor Jakarta Utara dan Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya yang menghalangi pengacara untuk memberikan bantuan hukum kepada para buruh Awak Mobil Tangki (AMT) Pertamina yang ditangkap sewenang-wenang kemarin sore (18/3). Hingga rilis ini dibuat para buruh belum bisa bertemu dengan penasehat hukum meskipun sudah menandatangani Surat Kuasa.
LBH mencatat sudah 14 (empat belas) orang ditangkap secara sewenang-wenang oleh Kepolisian tanpa adanya surat penangkapan. Menurut Info, mereka ditahan di Unit Resmob Polda Metro Jaya, dan 2 (dua) orang statusnya sudah ditetapkan sebagai Tersangka atas Pasal 365 dan 368 KUHP. Awalnya pihak Kepolisian mendatangi Pos Buruh AMT Pertamina di Plumpang, Jakarta Utara dengan alasan akan membantu menyelesaikan masalah Buruh AMT. Kepolisian mengajak mengajak Wuryatmo, Ketua Buruh AMT untuk mengobrol di Polres Jakarta Utara serta mengajak 9 (sembilan) orang lainnya untuk ikut mengawal. sesampainya di Polres, ponsel mereka disita dan dilakukan pemeriksaan sebagai saksi dan tersangka. Dalam proses pemeriksaan pada malam hari, Kepolisian juga melakukan intimidasi kepada para buruh yang sedang dilakukan BAP.
LBH Jakarta sebagai Penasehat Hukum dihalang-halangi untuk memberikan mendampingi dan memberikan bantuan hukum. Penghalangan tersebut ditunjukan melalui tindakan fisik dan verbal berupa dorongan dan teriakan-teriakan dari anggota Kepolisian Jakarta Utara di Satuan Reskrim Polres Jakarta Utara. Tindakan ini jelas bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan saksi dan tersangka berhak didampingi oleh Kuasa Hukum dalam proses pemeriksaan. Tindakan ini juga Juga melanggar UU 18 Tahun 2003 Tentang Advokat dan UU 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum, dan Undang-Undang 39 Tahun 1999 Tentang HAM
Aparat Kepolisian juga seharusnya taat terhadap Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia juga jelas menyebutkan “Dalam melakukan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka, atau terperiksa, petugas dilarang: o. Menghalang-halangi Penasihat Hukum untuk memberikan bantuan hukum kepada saksi/ tersangka yang diperiksa”.
Kasat Reskrim Polres Jakarta Utara yang mengetahui tindakan melawan hukum anak buahnya terlihat hanya diam saja. Pasca 2 (dua) orang ditetapkan sebagai Tersangka, aparat kepolisian terus melakukan penangkapan sewenang-wenang kepada buruh lainnya. Bagi kami ini merupakan upaya menebar teror kepada para buruh dan keluarganya yang sedang memperjuangkan hak mereka, nasib anak-isteri mereka dengan menuntut pengangkatan mereka sebagai pekerja tetap setelah 20 (dua puluh) tahun bekerja sebagai Awak Mobil Tangki PT Pertamina Patra Niaga.
Hingga kini Surat Perintah Penangkapan dan tembusannya kepada keluarga tidak diberikan sehingga keluarga tidak tahu para buruh yang ditangkap berada dimana. Hal ini tak ubahnya seperti penculikan di zaman Orde Baru. Kepolisian telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) berupa penangkapan sewenang-wenang (arbitraty detention) yang melanggar prinsip hak asasi manusia dan UUD 1945.
1.095 orang buruh AMT Pertamina sudah bekerja hampir 20 tahun mendistribusikan BBM seluruh Indonesia. Pekerjaan para buruh AMT merupakan pekerjaan inti sehingga berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan tidak dapat dioutsourcing. mereka telah melakukan berbagai cara, dan sudah bertemu dengan Presiden Jokowi. Namun tidak ada kejelasan dan perkembangan sampai hari ini.
Terlepas dari terpenuhi atau tidaknya unsur pidana dari tindakan yang dilakukan oleh beberapa orang buruh AMT, LBH Jakarta mengecam tindakan Kepolisian yang melawan hukum dan menginjak-nginjak Hak Asasi Manusia, hal tersebut merupakan wujud dari peradilan korup dan sesat.
Berdasarkan hal tersebut di atas LBH Jakarta mendesak:
1. Agar Kapolri, Bapak Tito Karnavian memerintahkan anak buahnya Kapolda Metro Jaya, Kapolres Jakarta Utara- untuk menghentikan penangkapan sewenang-wenang para buruh AMT, dan menghentikan tindakan teror serta intimidasi terhadap anggota AMT lainnya, serta segera melepaskan 14 orang buruh AMT Pertamina yang ditangkap dan ditahan secara sewenang-wenang di Polda Metro Jaya;
2. Kapolri melakukan evaluasi dan pemberian sanksi kepada Kasat Reskrim Jakarta Utara serta oknum Kepolisian Polres Jakarta Utara dan Polda Metro Jaya yang telah menghalang-halangi akses bantuan hukum dan menyalahgunakan kekuasaan dalam pemeriksaan buruh AMT PT Pertamina Patra Niaga;
3. PT Pertamina Patra Niaga harus mempekerjakan kembali dan memberikan hak-hak normatif buruh AMT Pertamina yang telah di-PHK sewenang-wenang;
4. Presiden R.I. menepati janji dan aktif menyelesaikan kasus PHK sepihak 1095 buruh AMT Pertamina dengan memerintahkan Menteri BUMN dan Menteri Sekertariat Negara untuk menyelesaikan kasus ini;
5. Komnas HAM, Kompolnas dan Ombudsman RI untuk turun langsung menginvestigasi pelanggaran hak atas bantuan hukum dan penangkapan sewenang-wenang.