Siaran Pers
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) mendesak DPR RI untuk menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja dan Pemerintah agar serius mencegah penyebarluasan serta penanganan kasus kesehatan warga negara akibat wabah virus COVID-19 di Indonesia. Desakan ini disampaikan mengingat dampak dari wabah COVID-19 akan menghilangkan partisipasi publik dalam proses pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR RI. Bahkan jauh sebelum itu, sejak penyusunannya pun RUU ini telah menutup ruang partisipasi publik meski ruang hidup rakyat dan keberlanjutan lingkungan dipertaruhkan di dalam rancangannya. Sehingga, LBH Jakarta menilai RUU Cipta Kerja tidak layak untuk dibahas lebih lanjut.
Menurut Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, masyarakat berhak memberikan masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Bilamana pembahasan RUU ini tetap dilanjutkan ditengah perjuangan masyarakat melawan pandemi global COVID-19 berdasar himbauan pemerintah untuk melakukan social distancing, tentu disaat yang sama, hak masyarakat berpartisipasi dalam kebijakan publik juga akan dilanggar. Dan pada akhirnya, nilai-nilai demokrasi akan terus dicederai.
Social Distancing atau mengambil jarak dari aktivitas sosial adalah salah satu upaya pemerintah untuk menekan resiko penularan. Dalam siaran persnya, Presiden Joko Widodo menghimbau masyarakat Indonesia agar bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan beribadah dari rumah. Kemudian disusul oleh Dinas Ketenagakerjaan, Transmigrasi dan Energi Provinsi DKI Jakarta yang juga mengeluarkan himbauan bekerja dari rumah (Work From Home) kepada pimpinan perusahaan di wilayah DKI Jakarta. Namun sayangnya, langkah ini hanya sebatas himbauan dan tidak merata ke seluruh wilayah Indonesia. Pemerintah dinilai tidak serius dan berani mendesak pengusaha agar turut mencegah resiko penularan COVID-19. Padahal pekerja sangat rentan tertular COVID-19 baik dalam perjalanan menuju tempat kerja, di tempat kerja ataupun dalam perjalanan pulang dari tempat kerja. Kondisi di lapangan, pekerja/buruh tanpa perlindungan harus mempertaruhkan kesehatannya demi memenuhi kebutuhan hidup.
Hingga hari ini telah tercatat 172 kasus positif COVID-19 di Indonesia sejak pertama kali diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020. Juga telah meninggal dunia 7 orang pasien positif COVID-19, yangmana kasus kematian pertama diumumkan pada 11 Maret 2020. Angka ini jelas menunjukkan kegagalan negara dalam memenuhi hak atas kesehatan warga negara yang dijamin konstitusi, tepatnya Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. Secara internasional, hak atas kesehatan ini juga dilindungi melalui Pasal 12 ayat (1) Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights) yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 11 Tahun 2005.
Oleh karenanya, demi meningkatkan derajat kesehatan warga negara:
1) Pemerintah Pusat perlu mewajibkan social distancing dengan mengkoordinasikan ke seluruh wilayah melalui Pemerintah Daerah dan pengusaha. Dalam masa social distancing ini, pemerintah juga wajib memenuhi kebutuhan hidup dasar masyarakat baik kelompok pekerja formal, non formal maupun tidak bekerja.
2) Pemerintah wajib menyediakan akses kesehatan gratis bagi masyarakat untuk memeriksakan diri bilamana mengalami gejala serupa infeksi COVID-19.
3) DPR RI wajib menjalankan fungsi pengawasannya, dalam hal ini patut mengawasi kebijakan pemerintah dalam mencegah dan menangani COVID-19.
4) Pemerintah dan DPR RI bekerja sama untuk memastikan pemenuhan hak atas kesehatan dilaksanakan berdasarkan prinsip partisipasi dan non diskriminasi.
5) DPR RI menghentikan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja.
Kelima hal tersebut LBH Jakarta sampaikan untuk mengingatkan Pemerintah dan DPR RI bahwa pemenuhan hak atas kesehatan warga negara sebagai hak dasar manusia lebih penting diutamakan ketimbang mendahulukan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja yang tujuannya hanya untuk mengakomidir kepentingan pengusaha. Terlebih lagi, salah satu dampak terbesar COVID-19 ini adalah menurunkan tingkat penghidupan yang layak dan sehat bagi masyarakat sehingga secara simultan juga akan mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi dalam ruang publik khususnya memberi masukan terhadap kebijakan publik yang tengah dibahas. Bilamana keseluruhan hak asasi ini tidak dijamin dan dilindungi, maka penegakan atas nilai-nilai demokrasi hanya menjadi angan belaka