[Jakarta, 6 Januari 2019] – HRWG mengapresiasi Kementerian Luar Negeri yang telah berhasil menyelenggarakan seluruh proses pemilihan wakil Indonesia untuk Komisi HAM Antar-pemerintah ASEAN (AICHR) periode 2019-2021. Dengan sejumlah tahapan proses, seleksi ini telah melibatkan jaringan organisasi masyarakat sipil secara akuntabel dan terbuka, sehingga makin menunjukkan kepemimpinan Indonesia dalam mempertahankan prinsip independensi wakil Indonesia di AICHR untuk mendorong pemajuan dan perlindungan HAM di kawasan.
Keputusan memilih wakil AICHR yang baru, Yuyun Wahyuningrum, yang merupakan intelektual dan pegiat HAM yang memiliki rekam jejak baik di kawasan adalah suatu sikap yang tepat bagi Indonesia. Mengingat, tantangan dan peluang HAM dan demokrasi di kawasan ASEAN semakin dinamis.
Sepanjang tiga tahun terakhir, secara institusi AICHR telah berupaya memajukan HAM di kawasan. Beberapa upaya yang patut diapresiasi adalah pengarusutamaan penerapan kebijakan hukum internasional di ASEAN, kerjasama dengan Senior Officials Meeting (SOM) dan organ-organ ASEAN lain, serta terlibat dalam pembuatan masterplan untuk penyandang disabilitas di ASEAN.
Namun demikian, masih banyak permasalahan HAM yang belum memperoleh perhatian serius dari AICHR. Misalnya, krisis kemanusiaan dan pelanggaran HAM yang menyita perhatian kawasan dan internasional, seperti pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya di Myanmar dan menyebabkan jutaan etnis Rohingya menjadi pengungsi/pencari suaka di Bangladesh, Malaysia, Thailand, dan Indonesia. Krisis yang terjadi di Filipina yang mengarah pada extra judicial killing dalam pemberantasan narkoba juga tidak banyak diangkat dalam pembahasan-pembahasan HAM di kawasan, termasuk oleh AICHR.
Situasi lain yang menjadi perhatian adalah buruh migran di kawasan ASEAN yang mencapai lebih dari 6,9 juta (ILO, 2017) juga terus mengalami berbagai macam pelanggaran hak, terutama pada pengakuan pekerja rumah tangga (PRT) sebagai pekerja formal dan seringkali mengalami situasi rentan, seperti penyiksaan, PHK sepihak, penahanan gaji, pelecehan seksual, dan bahkan perbudakan. Sebanyak 1.152 awak kapal asing menjadi korban perbudakan di perairan Bajina dan Ambon hingga akhirnya dibebaskan pada tahun 2017. Kematian Adelina Sau, pekerja migran Indonesia asal NTT di Malaysia menjadi simbol atas pelanggaran HAM terhadap pekerja migran domestik di kawasan. Hukum cambuk terhadap pasangan gay di Aceh dan pasangan lesbi di Trengganu menjadi bukti bahwa diskriminasi terhadap kelompok LGBT kian menguat. Selain itu, pelanggaran HAM di Papua terus berlarut sementara upaya penyelesaian konflik begitu lamban.
Tantangan lain yang saat ini muncul adalah terkait dengan krisis demokrasi di Asia Tenggara yang menggerus pembangunan hak asasi manusia. Thailand yang menjadi ketua ASEAN tahun ini, dipimpin oleh junta militer, yang sudah beberapa kali menunda pelaksanaan pemilu, termasuk belum jelasnya rencana pemilu Februari ini. Krisis demokrasi juga terjadi di Filipina yang dipimpin oleh Duterte.
Demokratisasi di Myanmar juga masih dicengkram kekuatan militer. Aung San Suu Kyi yang pernah menjadi simbol demokrasi di Myanmar, tidak jelas posisinya untuk isu Rohingya dan ikut bertanggung jawab atas pemenjaraan dua jurnalis yang menginvestigasi dugaan pemusnahan etnis Rohingya. Sementara, Kamboja terus menyingkirkan, membungkam dan memenjarakan suara oposisi. Bahkan saat ini, terdapat tren yang mengkhawatirkan dimana ruang demokrasi dibajak kekuatan sipil yang justru menjadi agen anti-demokrasi dengan menggunakan gerakan populisme yang sektarian. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain di ASEAN.
Meskipun, di sisi yang lain, Malaysia terus mengalami kemajuan di bidang pemajuan sipil dan demokrasi yang seharusnya menjadi peluang bagi Indonesia untuk membangun kawasan ASEAN yang lebih baik.
Untuk itu HRWG berharap, wakil Indonesia untuk AICHR dapat pro-aktif dalam merespon dan ikut menyelesaikan berbagai masalah HAM di kawasan. Beberapa tred isu pelanggaran HAM yang menguat dan perlu disoroti lebih lanjut adalah isu migrasi, pengungsi, LGBT, kebebasan beragama atau berkeyakinan, kebebasan ekspresi, dan konflik masyarakat dengan korporasi. Sebagai organisasi masyarakat sipil, HRWG akan terus-menerus mendorong AICHR untuk memberikan perhatian serius terhadap permasalahan-permasalahan ini.
HRWG meyakini bahwa Perwakilan Indonesia yang baru untuk AICHR akan dapat mendorong isu-isu HAM di kawasan secara progresif, melanjutkan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh perwakilan AICHR sebelumnya. Kami mendorong agar AICHR tetap terbuka dengan pelbagai masyarakat sipil yang ada di Indonesia dan kawasan, sekaligus pula menjadi perpanjangan suara bagi gerakan HAM di tingkat nasional. Untuk itu pula, kami mendorong agar perwakilan AICHR dari negara-negara lain dapat bekerjasama dengan Indonesia ke depan dalam pemajuan dan perlindungan HAM yang lebih baik. HRWG akan terus mengawal secara independen dan kritis untuk memastikan kepemimpinan Indonesia di bidang HAM di kawasan.