Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia mengecam tindakan kepolisian yang melarang penyelenggaraan diskusi Pelurusan Sejarah 1965 pada Sabtu, 16 September 2017. Kepolisian melarang diskusi dengan membuat blokade dan melarang peserta diskusi untuk hadir ke lokasi di LBH Jakarta.
KPBI mendapat seruan solidaritas dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia soal serbuan sekitar 100an massa anti-komunis yang hendak membubarkan seminar ilmiah tersebut. Perwakilan KPBI datang ke lokasi dan mendapati bahwa kepolisian tidak melindungi kebebasan berkumpul dan berpendapat. Alih-alih, kepolisian malah membenarkan tindakan ormas anti-demokrasi tersebut untuk membatalkan acara diskusi.
Para peserta yang sudah datang, beberapa sudah lanjut usia, bahkan tidak dapat memasuki gedung. Ketika panitia mengambil kursi untuk duduk mereka di luar, polisi bahkan sempat melarang. Setelah bersikukuh, akhirnya para warga senior itu baru bisa duduk.
KPBI menegaskan bahwa seminar apapun, terlebih selama dimaksudkan untuk membedah persoalan dengan kajian yang ilmiah dan objektif untuk meluruskan sejarah bangsa, merupakan kegiatan yang sah. “Siapapun tidak berhak melarang kegiatan tersebut, termasuk kepolisian. Acara tersebut juga tidak membutuhkan izin maupun pelaporan karena tidak dilakukan di muka umum,” ujar Sekretaris Jenderal KPBI Damar Panca Mulya pada Sabtu, 16 September 2017.
Pelarangan diskusi oleh kepolisian merupakan tindakan fasis dan anti-demokrasi. “Dalam masyarakat demokratis, semua warga berhak berkumpul, berserikat, dan bersuara,” imbuhnya. Dengan kata lain, kepolisian di bawah pimpinan Kapolri Tito Karnavian, telah mencederai nilai-nilai demokrasi,.
Tindakan kepolisian sudah bertentangan dengan pasal 28E ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang tegas memberikan hak setiap warga atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Tindakan segelintir orang yang melakukan mobilisasi juga tidak dapat dibenarkan untuk membubarkan diskusi. “Seharusnya negara melalui polisi memastikan hak berkumpul dan berpendapat dengan melindungi warga dari ancaman kelompok preman, bukannya mendukung tindakan anti-demokrasi,” tegas Damar.
KPBI mencatat kepolisian sudah melakukan pola pembubaran serupa di berbagai tempat. Di antaranya adalah upaya pembubaran Belok Kiri Festival, pemutaran film, bedah buku Tan Malaka dan serta diskusi-diskusi lainnya terkait tragedi 1965.
Untuk itu, KPBI mendesak pemerintah mengusut tindakan pembubaran oleh kepolisian tersebut. Kepala Kepolisian Republik Indonesia Tito Karnavian bertanggungjawab penuh terhadap pembubaran diskusi ini.