KPBI Desak Pertamina Penuhi Tuntutan Pemogokan AMT

Barisan KPBI pada May Day 2017

Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia, sebagai organisasi induk dari Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI), menyatakan dukungan penuh terhadap aksi mogok nasional Awak Mobil Tangki (AMT) mulai 19 Juni 2017. Aksi ini merupakan tanggapan terhadap upaya Pertamina Patra Niaga dan PT.Elnusa Petrofin untuk memberangus serikat buruh dan melanggengkan sistem kontrak/outsourcing yang menindas. Keduanya merupakan anak perusahaan PT.Pertamina.

KPBI menganggap mogok nasional ini jelas sangat beralasan dan sah secara hukum. Ribuan buruh yang menyalurkan BBM ke berbagai penjuru di Indonesia itu setiap hari terancam nyawanya. Kondisi kerja mereka sungguh membahayakan.

Bacaan Lainnya

Pada Desember 2015, mobil dari depo Plumpang, Jakarta, terjun ke jurang di Cigudeg, Bogor, Jawa Barat. Kecelakaan itu memantik ledakan dan memanggang supir dan kenek mobil tersebut hingga tewas.

Peristiwa ini kembali berulang, di tempat yang sama, pada Februari 2016. Kembali, dua buruh menjadi korban kondisi kerja yang memprihatinkan. Ini belum terhitung jumlah awak mobil tangki yang cacat karena kecelakaan kerja.

Tanpa jaminan sosial, sebagian besar korban tidak menerima kompensasi. Upah mereka dipotong, tapi tidak dibayarkan pada BPJS. Mereka dipaksa berobat dengan biaya sendiri. Status kontrak di perusahaan outsourcing merupakan biang kerok penderitaan ribuan awak mobil tangki tersebut.

Truk Pertamina Patra Niaga terbakar pada 26 Februari 2017.

Buruh Pertamina Patra Niaga dan Elnusa Petrofin menyabung nyawa setiap hari tanpa kepastian kerja dan hak-hak normatif. Kesalahaan sistemik dibebankan pada mereka secara pribadi. Rosidin misalnya justru diskors dan akhirnya di-PHK akibat kecelakaan pada Januari 2017. Entah bagaimana, percikan api membakar mobil berisi bahan bakar yang ia supiri.

Buruh awak mobil tangki perusahaan pelat merah itu juga rentan kecelakaan akibat sistem kontrak/outsourcing memaksa mereka menggeber fisik mencari nafkah. Para buruh yang berjasa menggerakan roda ekonomi dengan menyalurkan BBM itu hanya mendapatkan sedikit di atas upah minimum. Sisanya, mereka mengejar upah tambahan dengan bungkus “performasi” untuk menghilangkan upah lembur. Sistem ini memberi hanya Rp 200/kilometer, jauh di bawah perhitungan lembur.

Bekerja lebih 12 jam untuk menghidupi keluarga dan menyetir dalam kelelahan menjadi pemandangan sehari-hari. Masyarakat pengguna jalan juga rentan terlibat dalam kecelakaan ketika sistem memaksa awak mobil tangki bekerja dalam kelelahan.

Protes terhadap kondisi kerja tidak manusiawi malah dibalas dengan tindakan semena-mena dari perusahaan milik pemerintah tersebut. Pertamina Patra Niaga dan Elnusa malah melakukan PHK besar-besaran pada 26 Mei 2017 terhadap 414 AMT di tujuh depot.

KPBI berpendapat PHK massal tersebut merupakan upaya untuk melakukan pemberangusan terhadap serikat buruh. Pertamina tengah melakukan usaha untuk membubarkan komisariat-komisariat Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI) di kedua anak perusahaannya. Ujung-ujungnya, tidak ada lagi protes pada pelanggaran hukum anak perusahaan Pertamina itu.

KPBI yakin bahwa perusahaan negara tidak seharusnya menerapkan pelanggaran hukum dengan menerapkan sistem outsourcing pada awak mobil tangki. Sebagai perusahaan milik negara, Pertamina Patra Niaga dan Elnusa, seharusnya memberi contoh bagi perusahaan-perusahaan swasta untuk tunduk pada hukum ketenagakerjaan.

Nota pemeriksaan Suku Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi (Sudinakertrans ) Jakarta Utara pada tanggal 26 september 2016   nomor : 4750/-1.838 dan 5 Mei 2017 nomor 1943/-1.838 tegas menyatakan bahwa status hubungan kerja Awak Mobil Tanki seharusnya beralih menjadi karyawan tetap PT Pertamina Patra Niaga. Hak-hak normatif, seperti upah lembur, juga seharusnya dijalankan.

Pertamina sebagai induk perusahaan juga tidak menunjukan itikad baik untuk memberikan pelayanan prima pada masyarakat Indonesia. Pertamina hingga sekarang memantik pemogokan para buruh AMT tepat ketika masyarakat membutuhkan BBM untuk keperluan mudik lebaran. KPBI turut menyampaikan maaf sedalam-dalamnya pada masyarakat karena awak mobil tangki terpaksa mogok kerja demi memperbaiki kondisi kerja, demi menyelamatkan nyawa dari ancaman kecelakaan. Jangan salahkan kami, salahkan Pertamina Patra Niaga, yang merengguk laba bersih Rp 1,2 triliun dengan menumbalkan nyawa para buruh-buruhnya. Begitu juga PT.Elnusa yang pada 2016 meraih laba Rp 310 miliar.

Untuk itu, KPBI menyatakan:

  1. Mendukung penuh pemogokan nasional depo Pertamina Patra Niaga yang dimulai pada 19 Juni 2017.
  2. Menolak PHK sepihak sebagai upaya pemberangusan serikat dan menuntut Pertamina Patra Niaga mempekerjakan kembali seluruh AMT yang ter-PHK.
  3. Mendesak Pertamina Patra Niaga untuk mematuhi hukum dengan mengangkat para buruh outsourcing Pertamina Patra Niaga menjadi karyawan tetap di semua depo di tanah air.
  4. Menuntut pembayaran upah lembur yang belum pernah diterima buruh sejak 2011, jam kerja manusiawi, dan penerapan penghitungan upah lembur bagi AMT di seluruh Indonesia.
  5. Mendesak Pertamina Patra Niaga bertanggungjawab terhadap AMT korban kecelakaan kerja dan tidak memecat korban kecelakaan.

KPBI akan memobilisasi dan menggerakan anggota-anggotanya dengan berbagai cara untuk mendukung FBTPI dalam memperjuangkan hak-hak Awak Mobil Tangki dan agar hukum ketenagakerjaan ditegakan demi keadilan dan kesejahteraan bagi buruh dan masyarakat.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.