Tadi pagi, Presiden FSPMI – KSPI Said Iqbal dan Presiden RI Joko Widodo bertemu di Istana Bogor. Pertemuan ini juga dihadiri sejumlah pimpinan serikat pekerja yang lain, termasuk Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri.
Pertemuan ini menimbulkan banyak spekulasi. Terlebih Pilpres belum benar-benar selesai, dimana Said Iqbal dikenal sebagai pendukung militan Prabowo – Sandi. Lawan Jokowi – Makruf dalam perebutan kursi presiden dan wakil presiden.
Selain itu, selama ini Iqbal menjadi salah satu pengkritik garis keras Jokowi. Kritik-kritiknya terhadap pemerintah bisa dibaca dalam buku berjudul ‘Pemerintah Gagal Menyejahterakan Buruh’ serta ‘Kerja Layak Upah Layak dan Hidup Layak Gagal Diwujudkan.’
Namun demikian, kata Iqbal, pertemuan ini tidak ada kaitan dengan Pilpres. Ini adalah pertemuan biasa antara pemimpin serikat buruh dengan presiden, untuk membicarakan masalah perburuhan.
Terkait dengan kritik-kritiknya, berkali-kali Said Iqbal menegaskan, tidak ada kebencian pribadi antara dirinya dengan Jokowi. Kritiknya selama ini adalah bentuk tanggungjawab sekaligus tugasnya sebagai pemimpin serikat buruh, dalam melakukan kontrol sosial terhadap kekuasaan.
“Tujuan yang utama adalah kesejahteraan kaum buruh,” tegasnya.
Kemudian ia melanjutkan, “Saya tidak akan pernah membiarkan kebencian terhadap pribadi merasuk di dalam diri saya. Kritik yang kita sampaikan murni terkait dengan kebijakan.”
Itulah sebabnya, saya memaknai ini sebagai pertemuan biasa. Sama seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya.
Sebagai pemimpin konfederasi serikat pekerja besar di negeri ini, sudah selayaknya ia berkomunikasi dengan presiden terkait kepentingan kaum buruh.
Sebelumnya, ia bahkan pernah berada dalam satu pesawat dengan presiden ketika menghadiri satu kegiatan di Semarang. Ini sejalan dengan strategi FSPMI – KSPI: konsep, lobi, aksi, dan politik.
Seperti yang beredar di berbagai media, dalam pertemuan tadi pagi, Said Iqbal kembali menegaskan pentingnya PP 78/2018 dicabut.
Menurut Iqbal, Presiden Jokowi setuju PP 78/2015 direvisi. Dimana KSPI memberikan masukan tiga hal, yaitu harus mengembalikan hak berunding serikat buruh dalam kenaikan upah minimum, mencabut formula kenaikan upah minimum dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang diganti dengan formula survei pasar yang kemudian dirundingkan dalam dewan pengupahan. Selain itu, juga memberlakukan upah minimum sektoral secara menyeluruh dan menindak tegas perusahaan yang tidak membayar upah minimum.
Tentu saja, pertemuan ini bukan akhir. Sebab jika apa yang disampaikan tidak sesuai dengan kenyataan, aksi-aksi akan terus dilakukan.
Dalam May Day 2019 ini, tema yang diusung FSPMI – KSPI adalah ‘kesejahteraan buruh dan demokrasi jujur adil’. Ratusan ribu buruh akan mengepung Istana. Itu artinya, gerakan buruh masih tetap dan mengkritisi kekuasaan.
Kita tidak bisa ditaklukkan…
Jakarta, 26 April 2019
Kahar S. Cahyono (Vice President FSPMI – Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI)
1 Komentar