Buruh.co, Jakarta – Aksi nasional buruh Awak Mobil Tangki (AMT) Pertamina di Kementerian Tenaga Kerja di Jakarta membelakan mata Erwansyah Amin. Ketua AMT Lampung itu sadar ia tidak sendirian menanggung beban penderitaan. Banyak rekan-rekan kerja, di Sumatra, Jawa, Sulawesi dan banyak tempat lainnya mengalami penindasan serupa. Ia juga sadar banyak solidaritas berdatangan pada perjuangan melawan outsourcing dan lingkungan kerja yang tidak manusiawi di Pertamina tersebut.
Sebagai buruh Awak Mobil Tangki (AMT) Pertamina, ia bekerja lebih dari 12 jam sehari. Meski membawa bahan mudah terbakar, ia tidak mendapat perlindungan sosial. Jika terjadi kecelakaan, seperti banyak menimpa kawan-kawannya justru korban yang harus menanggung beban.
Setelah aksi mogok di berbagai depot, para AMT sepakat untuk berkumpul di Jakarta. Perjuangan yang dipantik pemecatan terhadap 414 buruh AMT, sebagian besar adalah yang berserikat, telah menjadikan ibukota sebagai medan palagan.
Curhat Lahirkan Kebersamaan
Dari Lampung, ia bersama 52 rekannya menyeberang Selat Sunda untuk bertemu dengan rekan-rekan dari 9 depot lainnya dari Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI). Di Jakarta, mereka meninggalkan keluarga untuk satu tujuan, memperjuangkan nasib AMT. “Teman-teman dari Lampung sangat semangat karena ingin ada kesejahteraan yang lebih baik,” kata Amin.
Di Jakarta, Amin dan kawan-kawannya disambut oleh tuan rumah, AMT Pertamina di Plumpang. “Teman-teman lebih semangat lagi karena dari DPP (FBTPI-KPBI) dan Plumpang sangat welcome pada kami,” terangnya.
Di posko perjuangan, Ia bersama rekan-rekannya banyak bercengkerama di sela-sela agenda yang padat. “Tema-teman menceritakan kenangan-kenangan pahit saat bekerja dan mengalami kendala dengan kendaraan sehingga harus menginap di pinggir jalan. Di saat itulah rasa sedih yang teramat sangat,” ungkap Amin.
Di posko perjuangan Plumpang, para buruh tidur di atas tikar atau bahkan terpal. Mereka juga tidur tanpa tertutup tembok. Namun, dingin di malam hari berubah hangat dengan saling tukar cerita. Dari curhat itu, rasa persamaan semakin kuat. “Teman-teman sadar karena semua yang di bawah naungan PT.Pertamina penderitaannya sama,” kisahnya.
Kebersamaan itu Menguatkan
Cerita-cerita duka ternyata menguatkan rasa senasib sepenanggungan. “Teman-teman merasa satu nasib yang harus di perjuangkan bersama-sama,” terang Amin dengan berapi-api.
Rasa persaudaraan semakin terjalin di antara Awak Mobil Tangki dari berbagai provinsi tersebut. Padahal, sebelum berserikat mereka bahkan banyak tidak saling mengenal. “Setelah ada serikat teman-teman merasa saling memiliki satu sama lainnya,” tuturnya.
Kebersamaan itu terbukti dalam dua kali aksi bersama di Kementerian Tenaga Kerja. Pada Selasa (4/7) dan Kamis (6/7), sekitar seribu buruh AMT bersama dengan mahasiswa serta buruh dari organisasi-organisasi lain menggeruduk kantor Menaker Hanif Dhakiri. Terik di tepi Jalan Gatot Subroto itu malah semakin membakar gelora perlawanan.
Aksi yang bertahan hingga larut malam itu membuahkan hasil. Kemenaker akan menutup perusahaan-perusahaan outsourcing para burung angkutan di Pertamina Patra Niaga dan Elnusa Petrofin. Kedua anak perusahaan Pertamina itu menggunakan jasa perusahaan-perusahaan alih daya tersebut untuk menghindari hukum ketenagakerjaan.
Masa kerja para buruh AMT jarang bertahan lebih dari dua tahun. Mereka terus bekerja dalam status kontrak, tanpa kepastian. Kontrak bahkan membuat mereka tidak mendapat biaya berobat ketika kecelakaan. ( cek mini film “Menolak Jadi Tumbal Jalanan” http://bit.ly/2rC1NxG )
Keberhasilan tersebut semakin menyadarkan pentingnya persatuan. “Dengan adanya pengalaman ini rata-rata teman-teman sangat senang dan menimbulkan percaya diri yang kuat,” kata ia tentang hikmah perjuangan di Jakarta.
Sekarang, para buruh AMT telah kembali ke kota masing-masin. Namun, pergerakan dan perjuangan tidak terhenti. Para pejuang itu akan terus mengawal keputusan di Kementerian Tenaga Kerja dan berjuang untuk memperbaiki nasib dengan penghapusan outsourcing dan penegakan hukum perburuhan di perusahaan-perusahaan milik negara tersebut.
Selain itu, perjuangan di Jakarta memberi sebuah bekal yang kuat tentang pentingnya kebersamaan. “Kami sadar bahwa kebersamaan itu adalah suatu kekuatan yang tidak bisa dikalahkan,” ungkap Amin menyimpulkan.