Serba-Serbi

Kala Pemain Liverpool Mendukung Pemogokan Buruh Pelabuhan

Jelang final Liga Champion 2019 sebagian orang mengenang kejadian istimewa itu

Ini peristiwa 22 tahun silam. Liverpool  menghadapi SK Brann Bregen di perempat final Cup Winners Cup. Sekarang, ajang Cup Winners Cup telah tiada. Sejak tahun 1999 Cup Winners Cup dihapus oleh UEFA. Dahulu ini merupakan kejuaraan Eropa yang mempertemukan tim-tim pemenang piala domestik seperti FA Cup, Copa Italia atau Copa del Rey.

Laga antara Liverpool kontra SK Brann Bregen di Anfield itu sendiri tidak dikenang karena keberhasilan tuan rumah melumat tamunya 3 gol tanpa balas. Pertandingan dikenang terutama karena aksi Robbie Fowler. Dia mencetak gol, seusainya Fowler langsung menunjukkan kaos bertulis dukungan terhadap pemogokan buruh pelabuhan Seaforth di Liverpool.

Untuk aksinya ini Fowler kemudian menerima hukuman denda  £900 dari otoritas UEFA. Gambar Fowler menunjukkan kaos dukungannya lantas menjadi headline di koran-koran esok harinya. Banyak orang membicarakannya melebihi cerita kemenangan Liverpool atas klub Norwegia itu sendiri.

Bukan cuma Fowler, begitu peluit terakhir ditiup, Steve McManaman menunjukkan sikap serupa. McManaman tidak mencetak gol, sehingga dia hanya bisa menunjukkan kaos itu di ujung pertandingan. McManaman adalah sayap mematikan Liverpool dan Inggris di jamannya. Kelak, Madrid akan mengangkutnya dengan harga mahal.

Baik Fowler maupun McManaman adalah dua pemuda asli kota Liverpool. Aksi sepasang pemuda lokal ini terus menjadi buah bibir hingga puluhan tahun lamanya. Tapi, tak hanya Fowler dan McManaman, bek kiri Liverpool era itu, Stig Inge Bjørnebye, melakukan tindakan lebih jauh. Ini akan menjadi cerita tersendiri.

Pada mulanya, pesepakbola asal Norwegia itu menanyakan ke Fowler di ruang ganti apa yang sesungguhnya terjadi. Mendapat penjelasan tentang PHK sepihak terhadap 500 buruh pelabuhan, suatu hari pasca selesai latihan Bjørnebye pun berkunjung ke titik piket pelabuhan Seaforth. Bergabung dengan buruh-buruh.

“Saya ingat para direktur mengemudi melewati gerbang dan mereka secara agresif diejek (oleh buruh-buruh)”, kenang Bjørnebye ketika baru tiba ke pemogokan.

Tony Nelson, salah satu dari buruh yang bertemu Bjørnebye hari itu, bilang

“Dia hanya menandai dirinya sendiri di ujung garis piket sekitar 200 orang….Orang-orang mulai mengenalinya tetapi dia adalah orang yang pendiam, sangat bersahaja. Dia hanya ingin menawarkan dukungannya – bukan sebagai pemain bola khususnya, hanya sebagai manusia.”

Bjørnebye selanjutnya terlibat intens dalam pemogokan. Perlawanan panjang buruh-buruh pelabuhan ini pelan-pelan berhasil menyatukan ragam pihak. Penyerang Everton Duncan Ferguson memberi sumbangan yang cukup besar untuk dana perjuangan. Everton adalah klub rival sekota Liverpool. Duncan Ferguson kelak menjadi kapten dan legenda Everton.

Alex Ferguson, manager Manchester United, musuh abadi Liverpool, memberikan barang-barangnya untuk dilelang di sebuah acara demi membantu pemogokan. Tidak mengejutkan apa yang dilakukan Ferguson, dia putera seorang buruh  rigger gas Mossmorran. Sebelum memasuki karir sepakbolanya Ferguson bekerja sebagai pelayan toko di galangan kapal Clyde.

Di Liverpool sendiri tradisi kelas pekerja memang kental. Partai Konservatif hampir tak punya tempat disana, secara tradisional penduduknya adalah pendukung Partai Buruh. Sebutlah Bill Shankly, dia merupakan pelatih legendaris Liverpool, sekaligus seorang sosialis yang taat.

Shankly selalu percaya pada kekuatan semua orang yang bekerja bersama. Salah satu ucapannya yang kondang,

“Saya percaya satu-satunya cara untuk hidup dan menjadi benar-benar berhasil adalah dengan upaya kolektif, dengan semua orang bekerjasama satu sama lain, setiap orang saling membantu, dan setiap orang memiliki bagian dari penghargaan di akhir hari. Itulah cara saya melihat sepakbola dan cara saya melihat kehidupan.”

Apa yang terjadi di pelabuhan
Seaforth lebih dua dekade silam adalah bagaimana gerakan buruh berhasil menarik solidaritas lebih jauh. Menggeret elemen-elemen dan figur populer dalam tindakan solidaritas. Demi mengenang dukungannya itu Bjørnebye sendiri berujar,

“Beberapa pesepakbola berpikir…sepanjang waktu untuk melewati latihan dan pertandingan. Saya sedikit kebalikannya. Saya membutuhkan hal-hal lain untuk mengisi pikiran.”

“Jika saya dapat berkontribusi untuk orang-orang di luar sepak bola, untuk tujuan politik atau budaya, itu hal yang akan saya lakukan dari waktu ke waktu. Saya tidak akan mengatakan saya seorang aktivis, tetapi penting untuk peduli kepada orang lain.”

Di Liverpool dan banyak tempat lain, sepakbola bukan semata perihal gol, perburuan tropi dan perayaan kejayaan. Adapula kisah tentang solidaritas. Disana, kelas pekerja tidak akan berjalan sendirian. You’ll Never Walk Alone.

****

Related Articles

One Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button