Jangan Mau Kencan Dibayari Terus

Kota Tua, rekreasi kaum buruh. Dokumen:Detik travel

Sebut saja namanya Reza, 25 tahun, asal Indramayu. Saat ini, ia memiliki usaha warung minuman ringan kecil-kecilan di pinggiran Jakarta Utara. Tempatnya lumayan strategis, sehingga selalu ramai setiap harinya. Reza memiliki ekspresi gender maskulin (tomboy) dengan orientasi seksual non-hetero.

Seperti pasangan pada umumnya, Reza dan sang pacar seringkali jalan – jalan berdua di malam minggu. “Biar seperti ABG,” kata Reza suatu kali. Pasangan ini tidak ingin menghambur-hamburkan uang. Biasanya mereka hanya menghabiskan ongoks sekitar Rp 100.000 sekali jalan, untuk kebutuhan makan, minum dan bensin. Ongkos bisa dihemat karena mereka mengendarai sepeda motor.

Meski tak banyak, Reza menjawab ia dan pacarnya membayar biaya rekreasi itu secara bergantian. Katanya, cara ini agar tidak ada yang merasa dimanfaatkan satu sama lain. Ini karena pembiayaannya ditanggung bersama.

Reza yang maskulin bagaimanapun sedikit canggung. “Tapi, ada nggak enaknya juga sih kalau doi yang bayarin, masa cowo dibayarin cewe,” ungkap Reza sambil senyum senyum. “Tapi si doi bilang sih saling bergantian aja, alasannya karena mereka setara, tidak ingin saling menguntungkan atau merugikan,” Lanjut Reza.

Reza mendengar beberapa kasus pasangan Lesbian Bisexual Transgender (LBT) ketika pihak feminin menghabiskan dan memanfaatkan uang dari pihak maskulin. Ada beberapa bahkan menggantungkan hidup pada yang laki-laki. Ia berharap semoga semua pasangan LBT bisa tidak mengambil untung semata dari pasangannya. Alih-alih, kedua pihak mesti menanggung bersama dan saling berkontribusi agar setara. Saling bergantian membayar uang untuk kencan merupakan sedikit dari pengejawantahan prinsip saling membantu tersebut.

Menurutnya, prinsip kesetaraan ini bahkan tidak berlaku untuk pasangan LBT saja, tapi juga pasangan hetero seksual. Apapun orientasi seksualnya, berpacaran memang wajib saling menghargai dan setara.

Ketika ditanya kemana mereka berdua jalan – jalan menghabiskan malam minggu, Reza menjawab ke Kota Tua. Ini adalah sebuah daerah wisata yang tentu tidak asing bagi warga Jakarta, terutama anak muda. Kota Tua adalah salah satu tempat favorit Reza dan pacarnya, karena relatif aman bagi kelompok LBT (Lesbian, Biseksual, Transgender), yang kerap mendapat diskriminasi. Di sana, Reza dan pacar bisa bertemu dengan teman – teman LBT lain. Di Kota Tua, Reza bisa menikmati musik live, apalagi ia adalah pencinta musik. “Mengapa suka musik,” tanyaku kemudian. “Karena musik bisa membuat hati tenang,” Jawab Reza singkat. “Kalau menurut aku tergantung musiknya, tapi lain orang lain pendapat, kita harus hargai itu,” lanjut Reza.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.