Istri Zombi AMT Pertamina Desak Presiden Joko Widodo Tuntaskan PHK Massal

Sebanyak sekitar 100 ibu-ibu menggeruduk istana negara mendesak Presiden Joko Widodo menuntaskan persoalan PHK pada 1.095 buruh PT.Pertamina Patra Niaga dan PT.Elnusa Petrofin. Para istri ini menganggap PHK massal secara illegal itu mengakibatkan persoalan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan pada anak-anak dan keluarga. Sebab, sudah 6 bulan keluarga tidak memiliki kepastian nafkah.
Pada Oktober, sebanyak 50 buruh Awak Mobil Tangki (AMT) Pertamina yang berpakain zombie dan melakukan aksi jalan kaki dari Bandung-Jakarta untuk mendesak Presiden Joko Widodo menolak PHK massal. Langkah itu dilakukan setelah upaya mulai suku dinas ketenagakerjaan hingga istana negara tak kunjung berhasil menekan Pertamina agar tunduk pada UU Ketenagakerjaan.
Widia, kordinator lapangan aksi, menyebutkan para istri turun berunjukrasa karena ingin membantu perjuangan suami. “Kami berjuang untuk menuntut keadilan bagi AMT yang ter-PHK agar dapat bekerja kembali sebagai karyawan tetap,” ungkapnya. Berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan dan nota pemeriksaan, kedua anak Pertamina harus mengangkat para buruh outsourcing menjadi karyawan tetap.
Widia menjelaskan persoalan PHK ini bahkan mengakibatkan keluarga mengurangi asupan gizi bagi anak-anak. “Susu yang setiap hari untuk balita sekarang tidak lagi. Tadinya kami bisa membelikan makan bergizi seperti ikan, sekarang seadanya,” ujar ibu dari dua anak tersebut.
Selain itu, PHK berdampak pada ancaman putus sekolah. Anaknya dan banyak anak dari buruh Pertamina Patra Niaga terpaksa menunggak biaya sekolah. “Jujur, biaya sekolah itu paling berat,” keluhnya.
Widia bersama ibu-ibu lainnya berharap Presiden Joko Widodo bisa menuntaskan persoalan PHK illegal di perusahaan pelat merah tersebut. “Kami masih tertindas ekonomi. Anda adalah bapak negara mka anda harus segera turun tangan menyelesaikan permasalahan AMT,” ungkap Widia.
Pada Juni 2017, Pertamina Patra Niaga dan PT.Elnusa Petrofin melakukan PHK secara illegal. Langkah PHK muncul setelah terbit nota pemeriksaan suku dinas tenaga kerja yang menyebutkan perusahaan itu wajib mengangkat buruh outsourcing menjadi karyawan tetap. Pada Juli 2017, Kementerian Tenaga Kerja berjanji untuk menutup vendor-vendor kedua perusahaan pelat merah itu karena melanggar peraturan. Namun, hingga kini, tidak ada upaya serius dari pemerintah untuk menghentikan persoalan PHK di Pertamina.