Buruh.co, Jakarta – Setelah melakukan unjukrasa, pewakilan Gerakan Buruh Bersama Rakyat akhirnya bertemu dengan perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat untuk menyampaikan langsung penolakan terhadap omnibus law Rancangan Undang-undang Cipta Lapangan Kerja (Cilaka). Pertemuan dimulai sekitar pukul 15.30 di gedung DPR dengan perwakilan dari Gebrak di antaranya adalah Ketua Umum KPBI Ilhamsyah, Ketua Umum KASBI Nining Elitos, Ketua Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI) Ellena Ekarahendy, Ketua LMND-DN Muhammad Fitra, Koordinator Jatam Merah Johansyah. Sementara, dari DPR hadir Ketua Badan Legislatif Supratman Andi Agtas (GERINDRA), Wakil Ketua Baleg Willy Aditya (NASDEM), perwakilan Komisi IX (ketenagakerjaan) Obon Tabroni (GERINDRA).
Dalam pertemuan itu, perwakilan Gebrak Nining Elitos menyampaikan bahwa aliansi gerakan lintas sektor itu menolak Omnibus Law Cipta Lapangan kerja karena sejumlah alasan. Pertama, RUU Cilaka tersebu dianggap akan memunculkan masalah baru, alih-alih menyelesaikan persoalan investasi. Masalah baru itu adalah persoalan pelanggaran yang semakin parah pada hak-hak rakyat akan pekerjaan layak. “Pertumbuhan ekonomi harus membuat fleksibilitas tenaga kerja. Artinya, mudah di-PHK. penghapusan pidana baik di tenaga kerja, lingkungan, pertanahan. penghapusan batasan UMP sebagai jaring pengaman justru itu tidak butuh lagi standarisasi. ini semakin liberalisasi persoalan rakyat,” ungkapnya.
Sementara, perwakilan Gebrak dari KPBI Ilhamsyah menjelaskan, mengutip penelitan World Economic Forum, bahwa korupsi adalah penghambat utama investasi. Maka, seharusnya yang dibenahi penguatan lembaga pemberantasan korupsi. Selain itu, RUU Cilaka pada hakikatnya adalah revisi UU 13/2003 tentang ketenagakerjaan. Di antaranya adalah penghapusan pesangon. “Sekarang pesangon itu mau dihilangkan bapak bisa bayangkan orang sudah usia 40 atau 50 atau usia lanjut ia pasti kesulitan mencari lapangan pekerjaan rakyat yang akan dirugikan,” ujarnya.
Selaini tu, RUU Cilaka akan menghapuskan penerapan upah minimum dengan menerapkan upah per jam. “Pengusaha dengan mudah mengurangi jam kerja untuk bagaimana agar dalam satu minggu jam kerja tidak mencapai 40 jam. Kalau tidak mencapai 40 jam, artinya ia akan dibayar upah per jam, tinggal dihitung saja berapa upah per jam dan ini akan bahaya karena upah yang diterima rata-rata dalam satu bulan pasti di bawah ketentuan upah minimum,” paparnya. Selain itu, pelanggaran atas upah minimum menjadi semakin sulit ditegakan karena dihapusnya pasal-pasal pidana ketenagakerjaan dalam omnibus law.
Sementara, Ketua SINDIKASI Ellena Ekarahendy menyebutkan Omnibus Law RUU Cilaka akan memunculkan dua krisis. Pertama, krisis hukum. “Omnibus law tidak cocok untuk sistem hukum indonesia yang menganut civil law yang karena sifat (omnibus law) yang sapu jagad justru akan tumpang tindih satu sama lain,” terangnya.
Kedua, omnibus law RUU Cilaka akan memunculkan krisis ekonomi, terutama ketika Indonesia tengah mengalami bonus demografi 2020-2045. Menurutnya, banyak pekerja muda akan jatuh pada jurang kemiskinan jika RUU Cilaka disahkan. “Temen-temen mahasiswa, temen-temen smk semuanaya dipaksa masuk ke dalam pasar tenaga kerja, dianggapnya mendapat pekerjaan tapi meskipun selalu mereka masukd alam industri, hak-hak mereka sama sekali tidak dipenuhi,” serunya.
Ia menekankan, fleksibilitas RUU Cilaka hanya menguntungkan pengusaha. Sebab, buruh semakin tidak memiliki pilihan dan daya tawar untuk memilih. “Pilihannya hanya bekerja dengan kondisi yang sangat rentan atau besok mati karena tidak bisa mendapat upah sama sekali dan itu yang akan dihadapi mayoritas warga indonesia yang,” kata Ellena.
Sementara, dari DPR, Ketua Badan Legislatif DPR Supratman Andi Agtas menjelaskan bahwa DPR belum menerima draft RUU Cipta Lapangan Kerja. Padahal, Menteri Kordinator Politik Hukum dan HAM Mahfud MD menjelaskan pemerintah sudah menuntaskan draft itu. “Nanti kalau pemerintah sudah mengirim, saya bisa pastikan pasti melibatkan teman-teman organisasi buruh dalam pembahasan. Kita akan meminta masukan. cuman kan kita belum tahu akan dibahas di komisi IX pansus atau apa, masih dalam proses,” jelasnya.
Wakil Ketua Badan Legislatif Willy Aditya meminta perwakilan buruh memberikan alasan-alasan tertulis penolakan RUU Cipta Lapangan Kerja. Ia menjelaskan DPR akan berusaha menengahi berbagai kepentingan dalan RUU tersebut. “Ini bukan hanya memenangkan sebelah pihak DPR ini mewakili kepentingan rakyat. Tapi, mana yang dominan. kalau kita lihat pidato pak Jokowi waktu pelantikan jelas, kita akan menghadapi krisis,” kata anggota DPR dari partai Nasdem dari Jawa Timur itu. Ia menambahkan buruh sebaiknya memprotes persoalan transparansi pembuatan beleid itu ke pemeirntah, bukan DPR. Sebab, draft RUU Cilaka adalah usuland dari pemerintah.
Di lain sisi, Perwakilan Komisi Ketenagakerjaan DPR Obon Tabroni membenarkan bahwa proses penyusunan RUU Cilaka tidak mendengarkan suara buruh. “Dari 127 anggota tim perumus dari profesional, pejabat, pengusaha, setahu saya tidak ada satupun dari teman-teman (buruh) yang dilibatkan, sehingga wajar mereka mau memberikan aspirasi dan hanya menebak-nebak,” tuturnya.
Ia sedikit menjelaskan bahwa janji tunjangan pesangon jika di-PHK dalam RUU Cilaka yang hanya sebanyak 6 bulan jauh lebih kecil ketimbang pesangon yang ada saat ini. Selain itu, ia memaparkan sistem pensiun di Indonesia belum memadahi dan kalah dari negeri-negeri tetangga, “Di Malaysia, dana pensiun itu 24 persen, Vietnam 17 persen, Indonesia 5,7 tambah 2 persen.” Anggota DPR dari Gerindra yang diusung KSPI itu berjanji untuk mempertimbangkan hal-hal tersebut dalam membahas RUU Cilaka. Ia juga berjanji jika untuk melibatkan buruh dalam pembahasan beleid kontroversial tersebut.
Audiensi ditutup dengan penyerahan berkas yang menjelaskan alasan-alasan GEBRAK menolak RUU Cilaka. Setelah audiensi, perwakilan GEBRAK kembali ke tengah-tengah masa. Juru Bicara GEBRAK Nining Elitors menjelaskan pada masa soal pertemuan di dalam. Ia juga menyerukan pada sekitar seribu peserta aksi untuk terus mengawal RUU Cilaka tersebut.