Buruh.co, Jakarta – Pemerintah terus mengarahkan pendapat masyarakat bahwa unjuk rasa tidak berguna. Alhasil, Kementerian Tenaga Kerja menyarankan agar tidak ada aksi protes itu pada peringatan Hari Buruh Internasional. Bahkan, mereka memfasilitasi para buruh dengan pelatihan memasak dan mengundang para pimpinan buruh ke rumah dinas Menaker Hanif Dhakiri.
Sayangnya, sejarah membantah pernyataan-pernyataan pemerintah. Sejarah mencatatkan unjuk rasa buruh memberi kontribusi tidak hanya pada kelas pekerja, tapi pada masyarakat secara umum. Di Amerika Serikat, dan akhirnya di belahan dunia, unjuk rasa berhasil memastikan 8 jam kerja. Berikut sejumlah torehan capaian yang hanya mungkin didapat dengan gerakan massa terorganisir di Indonesia. Berikut tiga contoh capaian atau manfaat dari unjuk rasa.
- Tunjangan Hari Raya
Semula, pada 1952 THR hanya untuk PNS. Namun, gerakan buruh merasa kesal dengan keputusan pemerintah yang memberi primadona pekerja di sektor pegawai negeri saja. Sementara, pemerintah tidak menawarkan apa-apa pada buruh di sektor swasta.
Serikat buruh akhirnya melancarkan aksi unjuk rasa memprotes diskriminasi tersebut. buruh melancarkan aksi mogok pada 13 Februari 1952 menuntut THR. Akhirnya, THR bahkan menjadi hukum positif. Aturan ini menjadi formal pada 1994.
Apakah buruh sekarang bisa mendapat THR jika desakan dilakukan dengan memasak di kantor-kantor pemerintahan, bukan demonstrasi di jalan-jalan?
- BPJS Kesehatan
Semula, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan partai-partai pendukungnya. Serikat buruh akhirnya membentuk Komite AKsi Jaminan Sosial. Alhasil, pada 28 Oktober 2011 DPR dan pemerintah sepakat mengesahkan Undang-undang BPJS.
Meskipun peserta BPJS tetap membayar iuran atau seperti asuransi sosial bukan jaminan sosial, BPJS memberi akses bagi kaum miskin untuk mendapat pengobatan-pengobatan berbiaya tinggi. Di sini, bahkan masyarakat umum menikmati manfaat demo buruh.
- Peningkatan UMP pada 2013
Pada 3 Oktober 2011, sekitar dua juga buruh melakukan mogok kerja di 14 kawasan industri. Unjuk rasa buruh menuntut upah layakjuga terus terjadi dengan massa besar. Pada Juli 2012, atas desakan buruh, Menteri Tenaga Kerja Muhaimmin Iskandar akhirnya merevisi Komponen Hidup Layak yang menyusun jumlah upah minimum. Komponen itu ditambahkan dari 46 menjadi 60.
Kenaikan itu mendongkrak peningkatan UMP. Pada 2013, rata-rata upah minimum di Indonesia naik hingga 20 persen dari RP 1,19 juta menjadi Rp 1,33 juta.Kenaikan upah minimum ini mendorong daya beli buruh dan membuat usaha-usaha informal turut bergairah. Pada akhirnya, rakyat baik buruh ataupun bukan menerima manfaat dari demo buruh.
Apakah mungkin Menteri Tenaga Kerja Muhaimmin Iskandar bersedia menadatangani kenaikan Komponen Hidup Layak itu jika buruh hanya melakukan bakti sosial?
Dengan fakta-fakta di atas, apakah pemerintah masih bisa menyangkal unjuk rasa tidak ada gunanya?