Buruh.co, Jakarta – Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) menginstruksikan seluruh anggotanya untuk melakukan unjuk rasa pada peringatan Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2017. Surat instruksi ini sekaligus merupakan tanggapan terhadap ajakan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri yang menganjurkan buruh tidak melakukan demonstrasi pada hari buruh.
Dalam surat bernomor B.122/M.Naker/PHIJSK-KKHI/IV/2017, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri meminta seluruh gubernur di Indonesia untuk mendorong “Lembaga kerjasama tripartit daerah dapat mengagendakan kegiatan yang positif, sehingga hari buruh internasional tidak digunakan sebagai aksi unjuk rasa, melainkan aksi sosial dan dialog.”
Pemerintah Layak Didemo
Konfederasi dengan anggota lebih lima puluh ribu itu menganggap aksi unjuk rasa adalah suatu hal yang harus dilakukan oleh kaum buruh dan dilindungi oleh UU. Hal ini dipertegas karena pemerintah sendiri yang inkonsisten “menganjurkan dialog namun ketika menyusun kebijakan ketenagakerjaan. Seperti; “Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan 78/2015 pemerintah justru tidak melibatkan buruh dan menutup ruang dialog,” kata Ketua Umum KPBI Ilhamsyah pada Sabtu, 15 April 2016.
PP Pengupahan 78/2015 sendiri adalah produk pemerintahan Joko Widodo yang menutup ruang dialog dalam menetapkan upah. Sebab, PP yang melanggar Undang-undang Tenaga Kerja itu menetapkan upah minimum berdasarkan pada inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi versi BPS. “Ruang berunding buruh dan pengusaha untuk menetapkan upah berdasarkan survei harga kebutuhan nyata di pasaran ditutup rapat-rapat,” terang Ilhamsyah.
Ilhamsyah juga menegaskan hakikat demontrasi pada momentum Hari Buruh Internasional adalah sebagai bentuk penghormatan atas pengorbanan dan hasil perjuangan panjang untuk menuntut 8 jam kerja. Pada 1 mei 1886, empat ratus ribu buruh di Amerika Serikat melakukan pemogokan mendesak pemangkasan jam kerja dari 16 jam menjadi 8 jam kerja. “Maka, kami lebih pantas memperingati May Day dengan aksi massa, yang lebih mendekati ruh perjuangan,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Jendral KPBI Damar Panca Mulya menegaskan dalam aksi May Day nanti KPBI juga akan menuntut PP 78/2015 agar segera dicabut. “Pencabutan PP Pengupahan akan meningkatkan daya beli buruh dan pada akhirnya mendongkrak daya beli masyarakat,” ujarnya.
KPBI juga mengajak berbagai elemen rakyat untuk berunjukrasa dengan hari buruh. “KPBI sudah sepakat bersama dengan elemen mahasiswa, petani, gerakan perempuan, dan rakyat lainnya untuk menyerukan perlawanan terhadap rezim neoliberalisme Joko Widodo,” kata Sekjen KPBI Damar Panca Mulya.
Rezim neoliberal membuat negara hanya menjembatani kepentingan pemodal-pemodal besar dan mengesampingkan rakyat. Akibatnya, pembangunan bertujuan untuk memperbanyak profit pengusaha. “Partisipasi rakyat tidak lagi dilibatkan sehingga menghasilkan kebijakan-kebijakan seperti pembangunan pabrik Semen Indonesia di pegunungan Kendeng yang mengorbankan ratusan ribu petani untuk profit segelintir pemodal,” jelasnya.
Buruh dan elemen gerakan rakyat lain akan melakukan aksi May Day di berbagai provinsi di Indonesia untuk melawan rezim ini.
Siaran Pers, KPBI, Sabtu 15 April 2017