Berbondong-bondong buruh dan keluarganya merayakan malam takbiran pada Selasa, 4 Juni 2019. Idul Fitri segera menyongsong. Momen itu biasanya akan digunakan oleh kelas pekerja saling memaafkan satu dan lainnya. Kelas pekerja akan merayakan Idul Fitri tersebut di tengah-tengah kepastian bahwa hidup tengah mengalami kemerosotan. Pertumbuhan ekonomi global yang tengah melambat, perang dan teror yang kian memanas, dan kesejahteraan yang tidak pernah pasti.
Jika dunia terus berada di tangan orang-orang rakus dan penumpuk harta, kelas pekerja tidak dapat merebut kemenangan di hari Idul Fitri ini. Ketidakpastian hidup yang mereka konstruksi membuat kelas pekerja merayakan Idul Fitri dengan penuh cobaan. Ada sebagian kelas pekerja yang tidak bisa mudik akibat upah murah dan THR hanya dihargai sekaleng roti maupun susu. Sebagian lagi harus berdiam di pengungsian akibat rumah yang habis digusur, sebagian lagi harus terus bekerja tanpa hitungan lembur, dan bahkan ada yang berjuang di tenda pemogokan, seperti para buruh Hansae di KBN Cakung, Jakarta.
Momen yang seharusnya bisa dimanfaatkan oleh kelas pekerja untuk saling mempererat solidaritas dan tali persatuan sesama kelas pekerja, harus direngut oleh para orang rakus dan penumpuk harta. Para orang penumpuk harta dan rakus itu tidak pernah memaafkan kelas pekerja bila melakukan salah, PHK, skorsing, bahkan pemotongan upah tidak segan-segan dilakukan pada bulan puasa maupun Idul Fitri. Sudah terlalu banyak kemenangan yang kelas pekerja berikan kepada para penumpuk harta dan perampas hak. Sudah terlalu banyak maaf yang diberikan kepada para penumpuk harta dan perampas hak, sehingga mereka sudah menghilangkan harga diri kelas pekerja maupun keluarganya yang mengakibatkan kemerosotan hidup dalam ekonomi, politik maupun budaya.
Maka kelas pekerja juga tidak harus terbayangi dengan “saling memafkan” untuk para orang penumpuk harta dan perampas hak kelas pekerja. Seperti yang pernah disampaikan mantan Presiden Abdurrahman Wahid “Perdamaian Tanpa Keadilan Adalah Ilusi”, maka dalam situasi seperti ini, perdamaian yang harus diperkuat dalam momen Idul Fitri adalah perdamaian antar kelas pekerja.
Ada sebuah kisah, seorang sahabat nabi yang sangat membenci siapapun yang menumpuk harta dari mengambil hak orang lain. Suatu ketika Abu Dzar mendatangi sebuah halaqah di Madinah. Begitu tiba, ia langsung berseru, “Berilah kabar gembira bagi orang-orang yang menyimpan kelebihan hartanya, dengan ancaman adzab Allah berupa dihimpit batu yang amat panas karena batu itu dibakar di atas api. Batu itu diletakkan di dadanya lalu tembus keluar dari punggungnya. Dan batu panas itu diletakkan di punggungnya lalu keluar dari dadanya. Demikian seterusnya sehingga batu panas itu naik turun antara dada dan punggungnya!
Kisah itu memberi pelajaran yang dapat kita petik, tidak memaafkan orang yang telah merampas dan penumpuk harta adalah sah!
Hari raya Idul Fitri bukanlah hari kemenangan bagi para penumpuk harta dan perampas hak orang. Mereka yang rakus dan berlaku tidak adil tidak pernah dibenarkan dalam sebuah kitab atau sebuah kisah. Sejatinya para penumpuk harta dan perampas hak itulah yang harus dibelenggu. Nabi Muhammad berusaha membebaskan umatnya dari jaman barbarisme atau biasa disebut jahiliyah bukan membuat jaman menjadi barbarisme yang penuh dengan ketidakadilan dan perampasan hak. Cintanya Nabi Muhammad kepada kelas pekerja telah diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA.
“Siapa yang berlaku zalim terhadap upah seorang pekerja/buruh. Maka haram baginya bau surga (haram baginya surga).”
Maka, di hari raya Idul Fitri kelas pekerja harus terus berjuang untuk merebut kembali kemenangannya. Mewujudkan kepastian hidup, solidaritas antar kelas pekerja dan meraih kemenangan untuk kelas pekerja. Bukan perdamaian untuk orang perampas hak dan yang mendukung ketidakadilan. Orang-orang demikian harusnya tidak diberi perdamaian, seperti apa yang dilakukan oleh sahabat nabi Abu Dzar al-Ghifari. Kelas pekerja harus merebut kemengannya, mengabaikan perdamaian tanpa keadilan.
Sekali lagi, Idhul fitri adalah Hari Kemenangan dan Perdamaian Hanya Untuk Kelas Pekerja!!!
Penulis: Zaki Muhammad