Kabut tebal perbudakan tengah disapu di daratan Amerika. Daerah jajahan Inggris tersebut mulai beranjak, dari kebiadaban menuju negara tanpa perbudakan. Itu adalah tahun 1865, ketika langit-langit kegelapan dicat ulang oleh gagasan emansipasi. Lima belas tahun berselang, tepatnya 1880, Amerika membangun jalur kereta api yang sangat panjang, sekitar 200 mil. Pembangunan itu menandai dan diikuti kemajuan teknologi lain dalam masyarakat.
Di waktu yang hampir sama, setelah Perang Saudara berkecamuk, seorang bayi lahir di dataran Alabama. Bayi bernama Helen Keller. Dia lucu, menggemaskan, berambut ikal. Sayangnya saat usianya menginjak 19 bulan Helen menjadi buta dan tuli karena sebuah penyakit, kemungkinan karena rubella atau demam scarlet. Pada saat itu, dokter keluarganya menyebut penyakit yang menyerang Helen sebagai “demam otak” sehingga membuat suhu badannya tinggi.
3 Maret 1887, menjadi hari yang kelak mengubah hidup Helen ketika dewasa. Hari itu, Anne Mansfield Sullivan tiba di Tuscumbia untuk menjadi gurunya. Berkat bimbingan Anne, Helen Keller berhasil diterima di Radcliffe pada musim gugur 1900. Kemudian di usia 24 tahun menerima gelar Cum Laude Bachelor of Arts pada 1904. Pendidikan membuat mata Helen yang buta mampu melihat banyak hal. Setelah lulus kuliah, Helen ingin mengetahui lebih banyak tentang dunia dan bagaimana bisa membantu kehidupan orang lain.
Di saat itulah Helen Keller mulai mengenal dan bersentuhan dengan ide-ide sosialisme. Bagi dia, sosialisme adalah keadilan dan pemberi kehidupan. Helen keller menjadi sosialis karena membaca, setidaknya seperti apa yang dia tulis dalam “How I Became a Sosialist”.
“Pertama, Bagaimana saya menjadi seorang Sosialis? Dengan membaca. Buku pertama yang saya baca adalah Wells New World for Old. Saya membacanya berdasarkan rekomendasi Ny. Macy. Dia tertarik dengan kualitas imajinatifnya, dan berharap gaya kejutnya dapat merangsang dan menarik minat saya. Ketika dia memberi saya buku itu, dia bukan seorang Sosialis dan dia bukan seorang Sosialis sekarang.”
Sosialisme bagi Hellen mengajari bagaimana beramal dalam tingkat paling tinggi. Sosialisme membuatnya belajar tentang penyebab-penyebab kemiskinan. Hingga bagaimana dia dengan keras mengkritik koran yang mengabdi kepada pemodal.
“Tetapi sosialisme – ah, itu masalah yang berbeda! Itu menunjukan ke akar dari semua kemiskinan dan semua amal tertinggi. Kekuatan uang di balik koran telah menentang sosialisme, dan para editor, yang taat pada tangan yang memberi mereka makan, akan berusaha sekuat tenaga untuk meletakkan sosialisme dan merusak pengaruh sosialis.”
Keller adalah anggota Partai Sosialis dan aktif berkampanye dan menulis untuk mendukung kelas pekerja dari tahun 1909 hingga 1921. Banyak pidatonya dan tulisannya tentang hak perempuan untuk memilih dan pembelaannya pada korban dampak perang. Hellen juga aktif dalam upaya mengurangi kebutaan dan memberikan bantuan kepada orang-orang buta.
Kebencian kepada kapitalisme bagi Helen Keller adalah bagian dari intuisi manusiawi, sebab sistem itulah yang membuat kehidupan manusia tidak menentu. Gigihnya Helen dalam menentang perang di ungkapkan pada artikelnya “Strike Againts War”. Analisa yang tajam terhadap memanasnya Perang Dunia I pada tahun 1915.
“Setiap perang modern berakar pada eksploitasi. Perang Sipil diperjuangkan untuk memutuskan apakah pemilik budak di Selatan atau kapitalis dari Utara harus mengeksploitasi Barat. Perang Spanyol-Amerika memutuskan bahwa Amerika Serikat harus mengeksploitasi Kuba dan Filipina. Perang Afrika Selatan memutuskan bahwa Inggris harus mengeksploitasi tambang intan. Perang Rusia-Jepang memutuskan bahwa Jepang harus mengeksploitasi Korea. Perang saat ini adalah untuk memutuskan siapa yang akan mengeksploitasi Balkan, Turki, Persia, Mesir, India, Cina, Afrika. Dan kami sedang mencambuk pedang kami untuk menakuti para pemenang agar berbagi rampasan dengan kami. Sekarang, para pekerja tidak tertarik pada rampasan; mereka tidak akan mendapatkannya.”
Keterbatasan fisik Hellen Keller, tidak membuatnya buta dan tuli terhadap peristiwa politik. Baginya, memperjuangkan sosialisme adalah perjuangan untuk membebaskan belenggu kehidupan manusia. Sosialisme adalah tentang keadilan ekonomi, politik, hukum dan kebudayaan terhadap kelas pekerja dan rakyat miskin secara umum. Sosialisme tidak pernah merusak kehidupan, ia memberi kehidupan bagaikan musim semi. Tidak merusak rumah tangga, tidak pernah merusak agama apalagi merusak kehidupan. Semua omong kosong tentang sosialisme yang merusak dan anti agama adalah propaganda kapitalis bersama sekutunya.
Helen Keller adalah bukti, bagaimana perempuan tunanetra dengan segenap hati memperjuangkan sosialisme tanpa paksaan, melainkan kesadaran. Helen tidak pernah mengeluh dan takluk akan keterbatasan fisiknya. Dengan teguh dia membela sosialisme sampai akhir hayat. Helen menulis dalam “Spirit of Lenin” perihal apa yang tengah terjadi di Russia kala itu.
“Saya sangat yakin bahwa cinta pada akhirnya akan membawa segalanya, tetapi saya tidak bisa tidak untuk bersimpati kepada mereka yang tertindas yang merasa terdorong untuk menggunakan kekuatan demi mendapatkan hak-hak milik mereka. Itulah salah satu alasan mengapa saya berbalik dengan penuh minat kepada eksperimen hebat yang sekarang sedang dicoba di Rusia. Rakyat beralih ke revolusi hanya ketika setiap mimpi lainnya telah memudar menjadi kesedihan demi kesedihan.”
Demikian Helen Keller, kebuta-tuliannya tak membuatnya gagal memahami sosialisme.
****
Ditulis oleh: Muhammad Imam Muzaqqi (Koordinator FBTPI Jawa Timur)