JAKARTA. Menanggapi melambungnya harga beras sekaligus impor beras oleh pemerintah, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih dengan tegas menyampaikan, pemerintahan Joko Widodo gagal mewujudkan kedaulatan pangan. Untuk itu menurutnya, Presiden Joko Widodo harus segera mengevaluasi kementerian dan lembaga yang tak berhasil wujudkan kedaulatan pangan.
“Tentu kita masih ingat janji Mentan (Menteri Pertanian) Amran Sulaiman yang siap mundur apabila Indonesia gagal swasembada pangan, nah ini kita impor 500 ribu ton beras berarti kan gagal swasembada,” kata Henry di Jakarta pagi ini (12/01).
Henry menyampaikan, menunjukkan Kementerian Pertanian (Kementan) gagal mewujudkan Nawacita pemerintahan Jokowi – JK.
“Kementan harus dipimpin oleh menteri yang sanggup menjalankan semangat kedaulatan pangan yang tercantum dalam Nawacita, menteri yang sekarang terbukti sudah gagal,” sambungnya.
Tak Dinikmati Petani
Henry melanjutkan, kenaikan harga beras kali ini merugikan petani dan konsumen sekaligus.
“ Petani padi sendiri juga adalah konsumen yang membeli beras dengan harga yang tinggi,” ungkapnya.
Menurut Henry, dengan melakukan impor beras maka petani akan sangat dirugikan yang membuat
petani tak punya patokan untuk berproduksi maupun dalam harga.
“Harusnya pemerintah Indonesia punya kebijakan yang ajeg, yang permanen. Impor beras ini langgar UU Pangan No.18/2012. Ini juga menunjukkan data Kementan – yang katanya surplus beras – tidak benar karena data produksi beras bukan dari BPS melainkan Kementan sendiri,” ungkapnya.
Hal senada disampaikan Muhlasin, petani SPI asal Pringsewu Lampung. Ia mengemukakan saat ini harga beras terus naik, per hari ini (12/01) harga beras asalan mencapai Rp 10.500 per kg dan Rp 12.000 untuk jenis beras medium di tingkat pabrik. Menurutnya kondisi ini dipicu oleh banyaknya pedagang beras dan spekulan dari Jawa yg membeli beras dalam skala besar di pabrik-pabrik di Lampung, terutama Lampung Tengah, Pringsewu, dan Tanggamus.
“Mengenai panen, baru satu bulan lagi petani di beberapa daerah melakukan panen, sementara panen raya baru akan 2-3 bulan lagi karena rata-rata umur padi bervariasi antara 20 hst sampai 40 hst di seputar Pringsewu, Lampung Tengah, Metro dan sebagian besar Lampung.
Muhlasin menyesalkan, kenaikan harga beras kali ini malah tidak dinikmati oleh petani.
“Yang menikmatinya ya pedagang dan spekulan,” keluhnya.
Muhlasin menerangkan, sebagian besar petani padi hanya memiliki lahan yg sempit, rata-rata di Lampung hanya memiliki lahan 3.000 m2, bahkan kurang.
“Jadi pada saat panen memang terpaksa harus langsung dijual untuk menutupi kebutuhan hidup, membayar pupuk, dan sebagainya, jadi hanya sedikit yang bisa disimpan untuk makan,” tutur Ketua SPI Lampung ini.
Dari Sukabumi, Ketua SPI Jawa Barat Tantan Sutandi mengemukakan, saat ini harga beras di konsumen berkisar Rp. 9.600 – Rp. 12.000, harga ini di atas HET Beras untuk pulau Jawa. Ia menjelaskan, di sebagian besar wilayah Jawa Barat (Jabar), sudah panen padi sejak Oktober-November kemarin. Sehingga Januari ini belum ada panen padi di sebagian besar daerah di Jabar.
“Harga panen kemarin sangat rendah, GKG sekitar Rp. 4.500 (dibawah HPP). Sehingga kenaikan harga beras saat ini tidak dirasakan oleh petani Jabar. Penurunan harga disebabkan kualitas gabah yang buruk, karena banyak sawah yang terkena hama wereng. Banyak petani juga mengalami gagal panen dan puso,” tuturnya.
Tantan juga mengutarakan, Desember 2017 kemarin, di Jabar sudah memasuki masa tanam. Sehingga panen berikutnya diperkirakan sekitar Maret-April 2018.
Hal senada disampaikan petani SPI dari Pati, Jawa Tengah (Jateng). Edi Sutrisno, Ketua SPI Jateng menjelaskan, pada November-Desember 2017 beberapa wilayah di Jateng panen.
“Sayangnya banyak sawah petani terkena hama tikus. Sehingga produksinya menurun bahkan sampai gagal panen,” keluhnya.
Edi menjelaskan, harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani cukup tinggi, karena keterbatasan gabah. Untuk GKP kualitas premium sebesar Rp. 7.500 per kg dan kualitas medium Rp. 5.000 per kg. Sementara harga beras di tingkat konsumen berkisar Rp. 10.200 – Rp. 11.000 per kg.
“Saat ini petani di Jateng sedang memasuki musim tanam, dan diperkirakan panen pada Maret – April 2018,” tambahnya.
Bentuk Badan Pangan Nasional
Sementara itu Henry Saragih menambahkan, perihal impor beras ini disinyalir menjadi bisnis besar.
“Impor beras 500 ribu ton itu bukan sedikit. Jika keuntungan per kilogramnya saja dikalikan saja Rp 100, sudah berapa itu duitnya, banyak yang mengambil untung dari rente,” sambungnya.
Henry menutup, impor beras juga merupakan bukti bahwa kinerja satgas pangan tidak efektif.
“Tak bisa ditunggu lagi, pemerintah harus segera membentuk Badan Pangan Nasional yang jadi mandat di UU Pangan,” tutupnya
(Siaran Pers Serikat Petani Indonesia)