Federasi Buruh Lintas Pabrik merayakan (FBLP) Hari Buruh Internasional pada 2017 dengan meluncurkan film Angka Jadi Suara. Ini adalah film pertama yang dibuat oleh buruh perempuan tentang buruh perempuan. Angka Jadi Suara mengulas persoalan pelecehan seksual di tempat kerja. Permasalahan ini sering diabaikan begitu saja tapi sebenarnya memiliki dampak merusak. Pemutaran terbatas perdana film ini sudah diluncurkan pada Rabu, 26 April 2017 dan akan terus dilakukan pemutaran bersama di berbagai tempat.
Apa alasan anggota Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia itu mengangkat persoalan itu? Apa tujuan dari kampanye di karya dokumenter pertama mereka? Simak wawancara dengan produser Angka jadi Suara, Dian Septi Trisnanti
Apa yang diceritakan dalam film Angka Jadi Suara?
Film ini menceritakan tentang proses perjuangan Komite Buruh Perempuan KBN melawan pelecehan seksual di tempat kerja. Dimana, buruh perempuan korban tidak lagi berupa angka untuk didata dan dianalisa namun angka hidup yang bergerak untuk melakukan perubahan. Perubahan buruh perempuan menjadi berdaya, dari obyek menjadi subyek.
Kenapa FBLP mengangkat tema pelecehan seksual dalam film ini?
Dalam kompleksitas permasalahan yang dialami oleh buruh, tema tentang pelecehan seksual ini berada pada level yang jarang tersentuh. Korban pelecehan tidak punya wadah untuk mengadu, juga belum memiliki keberanian untuk bersuara karena ancaman dari para pelaku.
Makanya, FBLP selain fokus pada isu perburuhan, memilih mengambil isu perempuan, termasuk pelecehan seksual. Harapannya dengan film ini, bisa memberi ruang bagi gerakan buruh untuk terlibat lebih dalam perjuangan penghapusan kekerasan seksual.
Sejak awal, film ini direncanakan untuk membuka wacana tentang pelecehan seksual yang sering terjadi di lingkungan kerja.
Bagaimana menempatkan dan mengaitkan tema pelecehan seksual dalam perjuangan kesejahteraan buruh?
Berdasarkan pengalaman kami, FBLP, di buruh garment, dalam memperjuangkan kesejahteraan banyak hambatan yang dialami buruh perempuan akibat sistem sosial yang tidak adil (tidak bisa keluar malam, beban ganda, ancaman serangan seksual karena tubuh dijadikan obyek, akses pendidikan yang tidak sama, dll). Apabila hambatan ini tidak diatasi bersamaan dengan upaya perjuangan menggapai kesejahteraan maka cita – cita kesejahteraan juga sulit tercapai. Maka penting, perjuangan kesejahteraan diiringi dengan perjuangan pembebasan perempuan sebagai pribadi manusia yang utuh.
Apa kira-kira kontribusi film ini bagi buruh-buruh perempuan dan laki-laki yang melihatnya?
Harapannya, film ini bisa memunculkan wacana, pendiskusian di kalangan buruh baik lelaki maupun perempuan.
Bagi perempuan, utamanya film ini mengajak untuk meyakini bahwa buruh perempuan mempunyai kekuatan untuk merubah, melawan pelecehan seksual. Buruh perempuan tidak hanya bisa jadi korban tapi sekaligus bisa tampil sebagai pejuang.
Bagi lelaki, minimal bisa diinformasikan bahwa buruh perempuan yang selama ini menjadi kawan juang dalam perjuangan upah, melawan kontrak dan lainnya, memahami bahwa buruh perempuan punya beban berlipat, termasuk serangan seksual terhadap tubuhnya. Sehingga, paling tidak bisa mendorong buruh lelaki untuk mau bergandeng tangan melawan pelecehan seksual.
Film ini menunjukkan, bahwa buruh perempuan sebagai buruh dan perempuan menjadi bagian penting dalam perjuangan menciptakan tatanan masyarakat baru yang sejahtera dan setara.
Bagaimana kira-kira penyebaran film, jika kawan-kawan buruh ingin membuat nonton bareng, apa yang mesti dilakukan?
Jika ingin menonton film ini, teman teman buruh bisa menghubungi angkajadisuara@gmail.com atau akun page FB AngkaJadiSuara untuk mengadakan pemutaran film dan dialog buruh perempuan.