Buruh.co, Jakarta – Pada hari ke-4 mogok kerja berbagai depot pengisian BBM, Awak Mobil Tangki (AMT) Pertamina meminta pemerintahan Joko Widodo turun tangan menyelesaikan penyebab pemogokan tersebut. Pemogokan dipicu PHK massal PT. Pertamina Patra Niaga dan PT. Elnusa Petrofin, melalui vendor, pada 414 buruh AMT. Buruh yang di-PHK sebagian besar adalah yang berserikat. Selain PHK massal, hubungan kerja outsourcing/kontrak juga menyebabkan pemogokan tersebut.
Hingga Kamis (22/6), sudah empat hari buruh Awak Mobil Tangki di berbagai depot melakukan mogok kerja.
“Mogok selama ini dilakukan oleh buruh, baik yang di-PHK maupun belum ter-PHK, sebagai pilihan akhir karena perundingan buntu,” kata Ketua Umum Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI) Ilhamsyah. Pemogokan rencananya dilancarkan hingga 26 Juni 2017.
PHK massal pertamina yang menyulut aksi mogok menyebabkan sejumlah pom bensin kekurangan dan kehabisan stok. Pada Kamis jam 5 sore, pantaun FBTPI dan jejaringnya menemukan tiga SPBU di kota Serang tutup. SPBU itu ada di Ciceri, Pandean, dan Ciracas.
Distribusi di Banyuwangi dan Jember juga tersendat. Pasokan Pertalite ke SPBU 54.684.37 Jalan Banterang turun dari 24 kiloliter menjadi 8 kiloliter. Kondisi serupa dialami SPBU 54.684.06 Jalan Brawijaya dan SPBU 54.684.18 di Jalan Gajah Mada.
FBTPI berharap presiden Joko Widodo campur tangan karena anak perusahaan Pertamina itu bersikukuh enggan membatalkan PHK. Pertamina Patra Niaga, melalui vendornya, bahkan menyangkal PHK dengan beranggapan para buruh yang sudah bekerja belasan hingga puluhan tahun itu “tidak lulus tes.”
FBTPI menganggap alasan itu mengada-ada. Banyak buruh yang sudah bekerja sejak perusahaan Elnusa berdiri pada 1997 dan PT.Patra Niaga pada 2004. “AMT yang sudah bekerja belasan tahun dengan alasan putus kontrak atau tidak lulus di-PHK begitu saja tanpa mendapat hak,” ujar Ketua Umum FBTPI Ilhamsyah.
Ilhamsyah menambahkan AMT yang bekerja selama ini terus sama meski berganti-ganti perusahaan outsourcing. “Bahkan yang sudah belasan tahun bekerja itu mereka kontrak. Bahkan ada yang sampai usia 65 tahun di AMT, mereka kontrak,” ujarnya.
Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara pada 26 September 2016 dan 5 Mei 2017 sudah menyatakan praktik outsourcing di anak perusahaan dengan laba Rp 1,2 triliun itu melanggar hukum. Kedua nota juga menyimpulkan para buruh outsourcing demi hukum menjadi karyawan tetap di Pertamina Patra Niaga.
“Pertamina adalah perusahaan negara yang harusnya memberi contoh perusahaan swasta untuk taat hukum,” seru Ilhamsyah.
Ia juga mengingatkan selama kampanye Presiden Joko Widodo terus menyebut pentingnya negara hadir di tengah masyarakat.
“Kami berharap pemerintah bisa hadir seperti apa yang selalu disampaikan Jokowi. Hari ini kami menunggu kehadiran pemerintahan Jokowi untuk menyelesaikan persoalan buruh di Pertamina,” tegasnya.
Buruh Awak Mobil Tangki Pertamina rencananya akan terus melanjutkan pemogokan hingga 26 Juni 2017. Selain menolak PHK, pemogokan juga mendesak Pertamina Patra Niaga taat hukum dengan menghapuskan outsourcing di perusahaan tersebut.