“Hentikan produksi barang yang tidak penting! Tetap bayarkan gaji, selamatkan nyawa manusia, bukan perusahaan!” Pesan solidaritas dari aktivis dan akademisi Universitas Jena, Jerman (01/04) Friedrich Schiller.
Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI-KPBI) dalam Jaringan Solidaritas Transnasional Buruh Kelapa Sawit (TPOLS) mendesak seluruh pemerintah dan semua perusahaan untuk melindungi pekerja dengan segala cara. Pemerintah dan perusahaan harus memprioritaskan dan memastikan perlindungan terhadap kesehatan dan penghidupan seluruh rakyat pekerja terhadap pandemi Covid-19. Kami mendesak agar tindakan penting untuk segera diambil, sekarang juga!
Kami telah mengidentifikasi tiga kebutuhan mendesak dalam situasi krisis saat ini :
Pertama, tentang perlindungan kesehatan. Di Filipina, Indonesia, Malaysia dan negara berkembang dan maju lainnya, terdapat problem serius ketersediaan infrastruktur kesehatan dan kecukupan peralatan kesehatan/ perlindungan diri dengan prosedur/ kebijakan pemeriksaan dan pelayanan kesehatan yang efektif dalam menangani pasien dengan penyakit Covid-19, baik positif maupun yang masih terduga.
Di Indonesia, minimnya pemeriksaan dan pelayanan kesehatan yang efektif, murah dan dapat diakses telah menyebabkan kematian yang tidak terdeteksi dan banyaknya kasus orang yang terinfeksi. Sementara itu, tidak sedikit kasus di mana rumah sakit menolak untuk merawat pasien atau dugaan terjangkit Covid-19.
Buruknya infrastruktur kesehatan di Indonesia dengan amat terbatasnya tenaga medis dan peralatan pelindung telah telah memperparah kondisi yang dihadapi oleh pekerja yang dipaksa memilih antara menjaga kesehatan atau penghidupan.
Di Malaysia, pekerja migran di hampir setiap sektor melaporkan mengalami kesulitan dalam mengakses pemeriksaan dan perawatan medis. Pemerintah Malaysia telah secara tepat menerapkan kebijakan untuk memeriksa kondisi kesehatan pekerja migran, terlepas dari status dokumentasi mereka.
Namun, penangkapan dan perlakuan buruk selama bertahun-tahun yang dialami migran tidak berdokumen, terutama di sektor perkebunan, telah menyebabkan pekerja migran selalu merasa cemas akan adanya penangkapan dan tindakan sewenang-wenang. Masalah sistematis ini menyulitkan pekerja migran tidak berdokumen untuk mengakses pemeriksaan dan perawatan kesehatan yang seringkali berlokasi di kota dan memerlukan perjalanan ke luar area perkebunan.
Sementara di Filipina, kebijakan karantina yang tidak matang telah menyebabkan hilangnya sumber pendapatan pekerja—terutama sektor informal yang mendapat pemasukan secara harian. Pemerintah Filipina tidak menyediakan cukup pasokan pangan bagi rakyat miskin di perkotaan yang terdampak dari kebijakan karantina. Mayoritas rakyat miskin baru akan mulai menjalani pemeriksaan massal pada 14 April.
Kedua, tentang jaminan pendapatan dan pekerjaan. Terdapat banyak laporan yang muncul bahwa para pekerja diharuskan oleh majikannya untuk tetap bekerja, bahkan pada saat sebagian besar pemerintah telah mengumumkan ‘social distancing’, ‘bekerja dari rumah’, penutupan beberapa layanan publik dan bahkan karantina wilayah.
Di Malaysia, khususnya Sabah, hanya ada beberapa daerah di mana semua perkebunan dan pabrik/ kilang diperintahkan untuk menghentikan sementara produksinya. Di banyak daerah lain di Malaysia—dan juga di Indonesia dan Filipina—banyak perkebunan, pabrik/ kilang, pelabuhan, dan perkantoran masih beroperasi secara normal. Situasi ini meningkatkan resiko penyebaran penyakit Covid-19 di antara para pekerja.
Selain itu, terdapat juga laporan di mana perusahaan tidak mengambil langkah-langkah serius untuk meningkatkan standar K3 di tempat kerja. Dari perkebunan ke pelabuhan, pekerja diharuskan bekerja tanpa suplai vitamin dan suplemen serta masker pernapasan untuk mencegah penyebaran virus. Standar kebersihan dan sanitasi juga tidak ditingkatkan. Terlebih lagi, ada keluhan dari pekerja bahwa upah mereka dipotong hingga 50% dengan alasan kerugian perusahaan.
Di sisi lain, dalam kasus di mana perusahaan memperbolehkan pekerja untuk dirumah, mereka dipaksa untuk mengambil cuti tahunan tidak dibayar. Perhatian kami dalam hal ini adalah para pekerja dan keluarganya tidak akan bertahan hidup tanpa jaminan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Tidak adanya jaminan kerja juga meningkatkan resiko penularan virus. Banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan/ sumber pendapatan, terutama yang dialami oleh para pendatang dan migran di negara asing, baik di sektor formal maupun informal. Para pekerja tidak memiliki pilihan selain kembali ke kampung halaman di mana terdapat resikopenularan penyakit
Ketiga, tentang makanan dan kebutuhan dasar. Pada situasi yang serba tidak pasti, makanan dan kebutuhan pokok dapat menjadi masalah serius. Krisis pangan ini terutama dialami oleh penganggur, pekerja lepas/ informal, pekerja perempuan, tunawisma dan pengungsi.
Krisis ini mulai menyebabkan gelombang protes, seperti di Filipina ketika sejumlah orang miskin di Quezon City melakukan protes menuntut bantuan pangan dan bantuan lainnya—yang sayangnya malah berujung pada penangkapan.
Pada konteks area yang terpencil dan terisolasi, seperti di perkebunan kelapa sawit berskala besar, kebijakan karantina/ lockdown telah menganggu akses ke pasokan—dan pemenuhan—pangan dan kebutuhan dasar. Problem kelangkaan ini dapat menyebabkan masalah kelaparan dan malnutrisi hingga tingkat akut.
Kami mendesak seluruh pemerintah nasional dan semua perusahaan untuk mengatasi kebutuhan mendesak yang disebutkan di atas sekarang juga. Tanpa pekerja yang sehat, dunia pasti akan runtuh. Tidak akan ada orang yang mengolah tanah, mengoperasikan mesin dan mengangkut komoditas. Tidak akan ada daya beli yang cukup untuk menopang perekonomian dunia.
Kami menuntut pemerintah Indonesia, Malaysia, Filipina, Jerman, dan di tempat lain untuk memastikan pelayanan kesehatan universal dan akses untuk setiap rakyat pekerja tanpa memandang status kewarganegaraan, kelas, etnis, dan ras. Pemerintah harus memprioritaskan upaya pemeriksaan, pemantauan dan perawatan pasien atau dugaan orang dengan penyakit Covid-19.
Pemerintah harus mengadakan pemeriksaan massal, perawatan dan peralatan pelindung diri yanggratis dan mudah dijangkau kepada seluruh orang dengan atau tanpa gejala Covid-19, terutama bagi pekerja yang paling rentan terjangkit dan komunitas yang telah terjangkit.
Pemerintah harus menanggung seluruh biaya penanganan dan perawatan medis
Untuk mengalokasikan dan memprioritaskan anggaran negara, seperti pemotongan gaji dan tunjangan pejabat negara, untuk mendukung pelayanan kesehatan publik dan pemenuhan kebutuhan dasar. Pemerintah perlu meningkatkan pendapatan dengan menambah kewajiban pajak bagi orang kaya dan korporasi.
Untuk memastikan jaminan pendapatan dan pekerjaan bagi seluruh rakyat pekerja
Pemerintah harus memerintahkan perusahaan yang beroperasi pada teritorinyaagar mematuhi standar/ protokol nasional tentang K3, terutama dalam memerangi pandemi Covid-19.
Khussunya pada situasi buruh migran dan keluarganya, pemerintah harus membatalkan setiap rencanapenangkapan dan deportasi massal bagi pekerja, baik berdokumen atau tidak, maupun bekerja atau menganggur. Seluruh pemerintah harus memastikan para pekerja migran dan keluarganya dilindungi oleh skema perlindungan sosial nasional. Para migran harus diperlakukan setara seperti warga negara tanpa diskriminasi. Terutama bagi pemerintah Malaysia agar mencabut ketentuan Health Circular 10/2001 yang mewajibkan tenaga medis/ penyedia layanan kesehatan melaporkan jika menemukan migran tidak berdokumen
Untuk memastikan penyediaan kebutuhan dasar, terutama makanan, obat-obatan dan bantuan keuangan untuk setiap pekerja hingga pandemi berakhir. Pemerintah harus memberikan bantuan keuangan dan pangan, terutama bagi pekerja yang terdampak yang kehilangan sumber pendapatannya. Bantuan ini harus diberikan kepada, baik pekerja lokal maupun migran berdokumen maupun tidak berdokumen Pemerintah harus memperluas jaring pengaman sosial dengan menambah bantuan perumahan, pengasuhan anak bagi keluarga pekerja, dan menghentikan penggusuran dan penyitaan/ penghentian akses air dan listrik.
Setiap insentif bagi industri tertentu harus dialihkan dan disalurkan langsung kepada pekerja, bukan kepada pemegang saham atau eksekutif perusahaan. Setiap pinjaman/ insentif dari negara harus digunakan untuk memasatikan pemenuhan hak upah dan tunjangan bagi pekerja, bukan dinikmati sebagai bonus eksekutif atau jaminan saham
Pemerintah nasional tidak dibenarkan menggunakan ‘tindakan urgen kesehatan’ sebagai alasan untuk mengkriminalisasi pengkritik, aktivis maupun gerakan rakyat. Kelompok sipil harus secara aktif dilibatkan dalam merancang dan mengimplementasi respon gawat darurat
Kami juga menuntut perusahaan, terutama perusahaan transnasional, untuk memprioritaskan keselamatan dan kesehatan pekerja di atas motif keuntungan dengan cara:
Memastikan implementasi tindakan yang diperlukan pada standar tertinggi di seluruh bagian rantai pasok global, baik anak perusahaan maupun pihak ketiga. Dalam situasi di mana kegiatan bisnis dapat dihentikan sementara, perusahaan harus memastikan bahwa pekerja tetap dibayar tanpa pengurangan atau memaksa pekerja mengambil cuti tahunan tidak dibayar. Perusahaan memberikan cuti sakit dibayar dan cuti anggota keluarga sakit dibayar (paid family medical leave)
Dalam situasi di mana produksi tidak mungkin dihentikan sementara, pekerja harus bekerja dengan waktu lebih pendek dan dirotasi secara teratur untuk mengurangi resiko penularan virus. Setiap kebijakan di tempat kerja harus mengikuti panduan WHO mengenai ‘social distancing’ seefektif mungkin. Perusahaan harus memastikan tingkat higiene dan standar K3 tertinggi yang diterapkan di tempat kerja dan menyediakan APD yang tepat dan efektif termasuk masker pernapasan dan akses ke air bersih.
Secara teratur memeriksa dan memantau kondisi kesehatan para pekerja. Perusahaan harus memastikan dan memfasilitasi pekerja untuk mengakses dan menggunakan fasilitas kesehatan. Perusahaan wajib memastikan tidak ada diskriminasi terhadap pekerja yang dengan atau tanpa penyakit.
Untuk memberikan cuti dibayar selama masa karantina dan kepada pekerja yang terdampak dari wabah Covid-19. Perusahaan dengan kerja sama dengan pemerintah nasional harus menanggung seluruh biaya medis yang keluar dalam memastikan kesehatan pekerja dan keluarganya
6 April 2020
Transnational Palm Oil Labour Solidarity (TPOLS) Network :
Serikat Pekerja : Sabah Plantations Industry Employees Union (SPIEU- Malaysia), Food Industry Employees Union (FIEU – Malaysia), Serikat Pekerja Nasional (SPN Kalimantan Timur – Indonesia), Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI – Indonesia), Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI – Indonesia), Serikat Buruh Perkebunan Indonesia (SBPI – Indonesia), Federasi Serikat Pekerja Minamas ASD (FSP Minamas – Indonesia), Federasi Perjuangan Buruh Nasional (FPBN/KSN – Indonesia), Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia ( FBTPI/KPBI – Indonesia), SerikatBuruh Nestle, ( Lampung -Indonesia), Filipinas Palm Oil Workers Union (FPIWU – Philippines).
Pejuang Hak Asasi Manusia dan Perburuhan : Asia Monitor Resource Centre (AMRC – Hong Kong), LembagaInformasi Perburuhan Sedane (LIPS – Indonesia), Research Centre for Crisis and Alternative Development Strategies (Inkrispena – Indonesia), Center for Trade Union and Human Rights (CTUHR – Philippines), Jaringan Rakyat Tertindas (JERIT – Malaysia), StiftungAsienhaus (Germany).
Organisasi Perempuan : Sabah Family Planning Association (SFPA – Malaysia), Tenaganita ( Malaysia), Solidaritas Perempuan Anging Mammiri (Indonesia), Serikat Perempuan Indonesia ( SERUNI – Indonesia).
Kelompok Lingkungan Berkeadilan : Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA – Indonesia), Sawit Watch (Indonesia), Resisting Expansion of Agricultural Plantations in Mindanao (REAP – Philippines), WahanaLingkungan Hidup Indonesia (WALHI – Indonesia), Rainforest Action Network (Indonesia).
Kelompok Pendukung : BMBF Junior Research Group ‘Bioeconomy and Inequality, Friedrich Schiller University ( Jena – Germany).