Ratusan massa yang tergabung dalam GERAM (Gerakan Rakyat Menggugugat) turun ke jalan utama kota Semarang untuk menolak Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja. Massa yang terdiri dari kelas buruh dan mahasiswa ini memandang ada rencana buruk dibalik RUU Cipta Lapangan Kerja kepada buruh dan hari depan kelas pekerja di Indonesia.
Dalam aksinya, GERAM menyatakan RUU Cipta Lapangan Kerja yang rencananya akan segera dirampungkan dalam waktu 100 hari kerja, telah memicu gelombang penolakan yang nampaknya diabaikan oleh Pemerintah. Ketiadaan transparansi dan pelibatan masyarakat dalam penyusunan RUU yang dibuat dengan semangat untuk mendongkrak investasi ini, menyebabkan publik semakin curiga ihwal keberpihakan pemerintah.
RUU Cipta Lapangan Kerja dipandang lebih dikemudikan oleh kepentingan pengusaha. Pemerintah terlihat cukup mesra dengan Kadin yang bahkan dipercaya sebagai satgas dalam penyusunan RUU ini. GERAM memandang bagaimana pemerintah akan menjamin ihwal penerapan upah perjam pada jenis pekerjaan tertentu dan tidak menjadi pemicu merebaknya praktik upah perjam pada jenis pekerjaan lain.
Terkait penerapan sistem kerja kontrak dan outsorching dinilai akan semakin melanggengkan praktik kerja kontrak dan outsorching yang marak terjadi dan selama ini ditolak oleh kalangan buruh karena dinilai menghilangkan kepastian kerja. GERAM juga melihat RUU ini mengandung persoalan tentang jumlah dan prosedur pemberian tunjangan PHK. Ditambah lagi, penghapusan sanksi pidana yang akan semakin menghilangkan perlindungan bagi buruh dari tindakan pengusaha yang selama ini diancam dengan sanksi pidana.
Aksi GERAM sendiri dimulai pukul 10.00 WIB dari Stasiun Tawang. Selanjutnya massa yang meliputi organisasi KASBI, FSPIP, Serbuk-KPBI, SP PUBG, BEM UNNES serta UNS Surakarta mulai melakukan konvoi menuju Balai Kota Semarang. Mendekati kawasan Pasar Johar massa sempat dibolade aparat. Tetapi massa aksi berhasil memaksa aparat untuk membuka blokade.
Kemudian massa melakukan aksi konvoi di tengah kota Semarang. Berlanjut hingga menuju Tugu Muda dan Simpang Lima hingga kemudian sampai di titik akhir aksi, di depan kantor Gubernur Jawa Tengah. Sepanjang konvoi massa aksi terus menyerukan perlawanan umum rakyat Indonesia terhadap rencana Omnibus Law yang membahayakan tidak saja kehidupan kelas pekerja, tetapi ekologi dan ruang hidup rakyat.
Isu ekologi dan monopoli tanah disorot GERAM bahwa Omnibus Law diduga akan memberikan konsesi abadi berupa pemberian izin penambangan selama 30 tahun, dan dapat diperpanjang setiap 10 tahun sampai dengan seumur tambang. Ketentuan lain yaitu pemberian perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGU) yang dapat diberikan di muka sehingga langsung dapat diberikan selama 70 tahun dan HGB 50 tahun.
Dalam orasinya, Jarpo, mewakili KPBI menyatakan,
“Penghidupan rakyat yang sudah sukar karena himpitan perlambatan ekonomi, akan dibuat makin sengsara! Tumpukan kertas-kertas tebal bernama Omnibus Law ini bak buku mantra jahat untuk menggeroti kehidupan kelas pekerja! Hari depan kaum muda pun hendak diterkam oleh kehendak modal. Semua beban krisis secara sewenang-wenang ingin ditimpakan ke pundak rakyat.”
Aksi sendiri berakhir pada pukul 14.00. Massa membubarkan diri dengan tertib dan berjanji akan melakukan mobilisasi dalam jumlah lebih besar jika pemerintah dan DPR tidak berhenti memaksakan Omnibus Law yang merugikan kepentingan publik.
****