Dalam Sehari, 6 Buruh Tewas karena Mencari Nafkah

Sekjen Federasi SERBUK Indonesia Subono

 

Sekjen Federasi SERBUK Indonesia Subono

Sebanyak 2.382 buruh tewas pada 2016 karena bekerja. 

Bacaan Lainnya

Buruh.co, Yogyakarta – Korban yang tewas akibat kecelakaan kerja terus bertambah berdasarkan catatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Perhitungan itu belum memasukan korban meninggal akibat penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan. Korban bisa saja meregang nyawa setelah beberapa tahun tidak bekerja karena penyakit yang ia peroleh ketika bekerja.

Fakta-fakta menyedihkan itu terungkap dalam Seminar Nasional “Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah HAK ASASI MANUSIA” dan Deklarasi Serikat Buruh Konstruksi Indonesia (SBKI) di Prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga pada Jumat, 10 Maret 2017. Kampus itu bekerjasama dengan Federasi Serikat Buruh Kerakyatan Indonesia (F. SERBUK Indonesia) membahas pentingnya K3 di dunia kerja.  ”Harapannya kedepan para civitas akademik di UIN SUKA bergerak bersama para buruh untuk mewujudkan terciptanya kesejahteraan bagi para buruh,”  kata Nurjannah, Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SUKA  ketika memberi sambutannya.

Ratusan orang hadir dalam acara


Korban Tewas Terus Bertambah

Lembaga pemerhati K3 LION Indonesia menyebutkan jumlah korban kecelakaan kerja terus bertambah. “Data BPJS pada tahun 2015 jumlah pekerja yang meninggal sebanyak 2.375 orang, dan ditahun 2016 sebanyak 2.382 orang,” kata Konsultan dan Praktisi K3 dari LION, Darisman ketika menjadi pembicara dalam seminar itu. Itu artinya stiap hari ada 6 atau 7 buruh meninggal dunia ketika mencari nafkah.

Sekretaris Jenderal Federasi SERBUK Indonesia Subono menambahkan angka resmi belum memasukan jumlah buruh yang meninggal sebagai akibat penyakit ketika bekerja. Pengakuan dari buruh asbes, Siti, memperkokoh pernyataan tersebut. Siti bekerja di perusahaan asbes selama 23 tahun dan berbuntut pada penyakit paru-paru terkait asbes (Asbestosis). Ia sering merasakan nyeri di dada.

“Dari awal perusahaan tidak menyampaikan bahaya dari bahan baku yang dipakai untuk membuat asbes, hingga pada sepuluh tahun saya bekerja di pabrik dan diajak Pak Darisman untuk melakukan pemerikasaan di rumah sakit, hasilnya adalah saya positif terkena asbestosis,” ungkap Siti.

Pemerintah beralasan tidak mampu mengawasi seluruh perusahaan karena minimnya pengawasan. Pengawas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY Edris Effendi menyampaikan jumlah pengawas tidak sebanding dengan banyaknya perusahaan. Terlebih, tidak semua pengawas menguasai bidang
K3.

Dalam acara itu, turut hadir pula Ketua Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI DPD DIY) yang memberi sambutan diawal seminar. Dalam sambutannya, ia mengatakan bahwa “pekerja sosial
professional yang bekerja diranah industri harus memperhatikan K3 para pekerja, karena unsur K3 ini sangat menunjang terciptanya kesejahteraan bagi para pekerja”.

Acara seminar yang diawali dengan penampilan musik oleh Nyonyor Numpang Tenar (NNT)  dan ditutup dengan penampilan musik solo dari Ridlo Sorak (P3S), yang sebelumnya diadakan deklarasi dari kawan-kawan Serikat Buruh Konstruksi Indonesia (SBKI).  Deklarasi dilakukan oleh Slamet selaku ketua umum SBKI.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.