Cerita Buruh Perempuan soal Ruang Menyusui

Menyusui
Menyusui

Tak semua buruh perempuan bisa mendapatkan ruang laktasi. Ketika mereka harus menyusui anaknya atau memerah Air Susu Ibu (ASI), banyak yang melakukannya di luar kantor, di kantin, bahkan di gudang dan di kamar mandi.

Kondisi ini banyak terjadi di kantor-kantor di Indonesia. Hanya beberapa saja yang sudah menyediakan ruang laktasi.

Di tahun 2012 misalnya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) melakukan pemetaan soal perusahaan media yang memberikan ruang laktasi. Dari 21 perusahaan media yang disurvey, hanya terdapat 5 perusahaan media yang menyediakan ruang laktasi.

Hingga sekarang, permintaan buruh untuk soal ruang laktasi ini masih sulit dipenuhi perusahaan secara umumnya. Alasannya bisa karena: tidak ada ruangan yang bisa digunakan. Bahkan ada yang menyebut ruang laktasi sebagai ruang istimewa yang harus disediakan bagi buruh perempuan dan perusahaan tidak mau menyediakan karena dengan alasan tidak mau memberikan keistimewaan bagi buruh perempuan atau laki-laki.

Secara khusus tulisan ini akan menceritakan tentang hak buruh perempuan dalam memberikan ASI eksklusif, perjuangan untuk mendapatkan ruang laktasi, karena dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 83 telah jelas mengatur tentang hak buruh perempuan untuk pemberian ASI eksklusif:

Perlindungan Hukum Buruh Perempuan

Meskipun hak-hak buruh perempuan sudah di atur di dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, akan tetapi jaminan perlindungan hukum tersebut masih banyak yang dilanggar dan tidak dijalankan.

Lemahnya pengawasan dinas tenaga kerja menjadi faktor pendukung pelanggaran terhadap peraturan yang telah ada. Hukum hanya menjadi sebuah aturan di atas kertas.

Perlindungan buruh perempuan di dalam UU Ketenagakerjaan meliputi hak memiliki kesempatan dan perlakuan tanpa diskriminasi (Pasal 5 dan Pasal 6), hak untuk peningkatan atau pengembangan kompetensi (Pasal 11), hak memperoleh penghasilan yang layak (Pasal 31), perlindungan jam kerja (Pasal 76), perlindungan hak cuti haid (Pasal 81), perlindungan hak cuti melahirkan (Pasal 82, ayat (1)), perlindungan hak cuti keguguran (Pasal 82, ayat (2)), Perlindungan untuk menyusui selama waktu kerja (Pasal 83), perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (Pasal 86).

1.    Pasal 83

Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan telah mengatur tentang hak bayi untuk mendapatkan ASI eksklusif:

2.    Pasal 128 

(1)    Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.
(2)    Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.
(3)    Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.

3.    Pasal 129   (1)    Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara eksklusif.

Penjelasan Pasal 128 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “pemberian air susu ibu eksklusif” adalah pemberian hanya air susu ibu selama 6 bulan. Setelah 6 bulan dapat terus dilanjutkan sampai dengan 2 (dua) tahun dengan memberikan makanan pendamping air susu ibu sebagai tambahan makanan sesuai dengan kebutuhan bayi.

Sedangkan kriteria apakah “indikasi medis” itu dijelaskan dalam ketentuan ini adalah kondisi kesehatan ibu yang tidak memungkinkan memberikan air susu ibu berdasarkan indikasi medis yang ditetapkan oleh tenaga medis.

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 30 ayat (4) Peraturana Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, maka perlu menetapkan peraturan menteri kesehatan tentang tata cara penyediaan fasilitas khusus menyusui dan/atau memerah air susu.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu Ibu:

1.    Pasal 3 

(2)    Pengurus Tempat Kerja dan Penyelenggara Tempat Sarana Umum harus mendukung program ASI Eksklusif.
(3)    Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a.    penyediaan fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI;
b.    pemberian kesempatan kepada ibu yang bekerja untuk memberikan ASI Eksklusif kepada bayi atau memerah ASI selama waktu kerja di Tempat Kerja;
c.    pembuatan peraturan internal yang mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif; dan
d.    penyediaan Tenaga Terlatih Pemberian ASI.

2. Pasal 4 
Selain dukungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Penyelenggara Tempat Sarana Umum berupa Fasilitas Pelayanan Kesehatan, harus membuat kebijakan yang berpedoman pada 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui.

Ruang Laktasi dan Manfaatnya

Ruang Laktasi adalah sebuah ruangan khusus yang sengaja disediakan oleh institusi (perkantoran, perusahaan, tempat bekerja) yang memiliki fungsi untuk memberikan privasi bagi seorang ibu menyusui yang juga bekerja untuk memberikan ASI kepada bayinya ataupun untuk memerah ASI. http://www.kompasiana.com/ikautamisumantri/pentingnya-sarana-pojok-asi-bagi-ibu-bekerja-dalam-menyukseskan-pemberian-asi eksklusif).

Ruang laktasi juga wajib dilengkapi dengan sarana pendukung lainnya, seperti lemari pendingin untuk menyimpan ASI, ruangan yang nyaman dan ber AC, wastafel dengan air mengalir untuk tempat mencuci tangan dan perlengkapan, dispenser untuk air minum, tenaga kesehatan pendamping, dan gambar panduan cara memerah ASI. Syarat dan ketentuan ruang laktasi di tempat kerja telah diatur secara lengkap, yaitu di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu Ibu, Pasal 11 ayat (3).

ASI tidak dapat digantikan oleh sumber makanan lain. Banyak kandungan ASI yang sangat bermanfaat bagi anak. Memberikan ASI pada bayi juga akan dapat menjaga kesehatan ibu dan anak. Dari tenaga kesehatan dapat diperoleh informasi bahwa kandungan gizi dalam ASI adalah immunoglobulin, protein, enzim, hormon, sel darah putih, dan zat gizi lainnya. Tumbuh kembang bayi didukung berbagai zat gizi yang terkandung dalam ASI.

Jika bayi tidak diberikan ASI, maka kekebalan bayi akan menurun dan mengganggu tumbuh kembangnya. Bayi akan mudah terserang penyakit karena kekebalan tubuhnya lemah. Kematian bayi juga meningkat karena ASI eksklusif yang tidak diberikan. ASI eksklusif adalah hak bayi untuk hidup dan tumbuh kembangnya.

Manfaat ASI selain untuk kesehatan anak juga untuk kesehatan ibu, keuntungan secara ekonomi karena tidak perlu membeli susu formula yang mahal harganya, dan peningkatan produktivitas kerja perempuan sebagai ibu dan buruh. Perempuan yang sedang menyusui sangat beresiko jika tidak melakukan aktivitas menyusui atau memompa air susunya. Karena ASI yang tidak disusukan atau dikeluarkan akan berdampak pada kesehatan reproduksi, dapat mengakibatkan demam dan kesakitan, dan akhirnya berdampak pada hilangnya konsentrasi dalam bekerja. Anak yang sering sakit juga menjadi penyebab meningkatnya ketidakhadiran atau ijin bagi buruh perempuan.

Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu Ibu, Pasal 14 juga telah disebutkan manfaat pemberian ASI eksklusif, yaitu untuk peningkatan kesehatan ibu dan anak, peningkatan produktivitas kerja, peningkatan rasa percaya diri ibu, keuntungan ekonomis dan higienis, dan penundaan kehamilan.

Demi kepentingan bersama maka perusahaan berkewajiban untuk menyediakan fasilitas ruang laktasi dan pemberian ijin untuk aktivitas memerah air susu di hari kerja dan jam kerja. Dengan penyedian fasilitas dan pemberian ijin tersebut, maka tingkat kehadiran meningkat.  Ibu tidak lagi ijin dengan alasan anak sakit atau karena menjaga anak yang sakit.

Lalu bagaimana penyelesaian terhadap banyaknya perusahaan yang melakukan pelanggaran (perusahaan yang tidak menyediakan ruang laktasi? (Bersambung)

*Tias Wiandani, aktivis buruh di sebuah organisasi Serikat Pekerja di Tangerang. Aktif di Komite Aksi Perempuan (KAP).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.