Bersama TNI, Perusahaan Minuman Club Umumkan PHK Sepihak Buruh Anggota dan Pengurus Serikat

Buruh.co, Cianjur – Perusahaan yang memproduksi air kemasan merk Club, PT Tirta Alam Segar melakukan PHK sepihak terhadap 30 buruhnya dengan dalih efisiensi. Sebelum di-PHK,
seluruh Karyawan mendapatkan undangan dari pihak manajemen yang isinya terkait pemaparan situasi perusahaan pada tanggal 03 desember 2018.
Briefing tersebut turut dihadiri aparat TNI, polisi dan pejabat pemerintah setempat. “Dalam pemaparan itu, pihak manajemen mengumumkan nama – nama karyawan sebanyak 30 orang akan dinonaktifkan atau sudah tidak bekerja kembali di PT Tirta Sukses Perkasa tersebut, ” jelas pengurus Departemen Advokasi Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI) Dwi Eksan Fauzi.
Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI) menduga pemaksaan PHK ini berhubungan dengan pemberangusan serikat. Mayoritas yang di-PHK adalah buruh yang berserikat. Di dalamnya termasuk pengurus dan ketua serikat di PT Tirta Alam Segar yang tergabung dalam Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI).
Fauzi menegaskan sangat jelas disini perusahaan semena – mena dan tanpa mengikuti hukum ketenagakerjaan. Bahwa sudah jelas Makamah Konstitusi telah memutus perkara uji materi pasal 164 ayat (3) uu no.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang mengatur masalah Pemutusan Hubungan Kerja karena efisiensi. Dalam putusannya mahkamah konstitusi menyatakan bahwa PHK hanya sah dilakukan setelah perusahaan tutup secara permanen dan sebelumnya Perusahaan telah melakukan sejumlah langkah terlebih dahulu dalam rangka efisiensi.
Terlebih, PHK yang dilakukan perusahaan dilakukan tanpa mekanisme perundingan terlebih dahulu. Pada Selasa, 4 Desember 2018, buruh yang masuk dalam daftar pengumuman PHK sudah dihadang untuk tidak boleh masuk bekerja ke perusahaan. FPBI melihat ini sebagai langkah yang menunjukan tidak ada usaha-usaha bersama dalam melakukan pencegahan PHK sebagaimana amanat peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut Dwi Eksan menyebutkan Pelarangan masuk bekerja berarti melarang buruhnya menunaikan kewajibannya untuk bekerja padahal sangat jelas diatur pada pasal 155 ayat 2 uu no.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. “Pasal itu menyatakan bahwa selama putusan lembaga penyelesaian hubungan industrial belum ditetapkan,baik pengusaha maupun Pekerja/buruh tetap melaksanakan segala kewajibannya,tetapi alih – alih buruhnya mau masuk bekerja malah dihapus nama – nama mereka dari absensi dan tidak boleh masuk,” pungkasnya