Pada 8 Mei, bertepatan 25 tahun kasus pembunuhan Marsinah-seorang buruh perempuan yang berjuang menuntut upah layak, cuti hamil dan jamsostek. Sebelum dibunuh, dia diculik, disiksa, diperkosa, lalu mayatnya dibuang di hutan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur-sekitar 150 meter dari KODIM [Komando Distrik Militer] Sidoarjo-lokasi terakhir Marsinah dinyatakan hilang sejak tanggal 6 Mei 1993.
Pembunuhan Marsinah bukan kasus kriminal biasa-tetapi suatu tindakan sistematis yang dilakukan oleh aparatus negara pada masa rezim militeristik Orde Baru sebagai metode yang kerap dilakukan untuk membungkam, menebar ketakutan, dan membunuh warga negara yang tidak berdaya.
Setelah 20 tahun perjalanan Reformasi Indonesia, kita masih terus menghadapi tembok impunity [kekebalan hukum]-para pelaku kejahatan tidak pernah dihukum. Ironisnya, ruang politik yang ada saat ini juga semakin memprihantikan-dimana jaringan oligarki Orde Baru, ideologi dan mentalitasnya semakin berkuasa. Ditambah lagi sikap resistensi yang ditunjukan elit politik sipil dan militer saat ini semakin membuat kasus Marsinah dan pelbagai peristiwa pelanggaran hak asasi manusia lainnya tak terselesaikan. Kondisi demikian bukan saja menodai rasa keadilan-tetapi juga semakin mengancam kehidupan dasar masyarakat dan berpotensi terjadi metode serupa yang akan menimpa orang lain.
Pada momentum penting ini, GEBRAK menyerukan setiap tanggal 8 Mei diperingati secara Nasional untuk mengingat keberanian dan perjuangan Marsinah yang berani melawan ketidakadilan untuk kehidupan para buruh yang lebih baik. Peringatan Marsinah sangat penting sebagai bentuk perlawanan atas tindakan kejahatan terhadap integritas manusia, khususnya perempuan. Momen peringatan ini juga sebagai sarana mendorong penegakan supremasi hukum atas kasus Marsinah dan berbagai pelanggaran hak asasi manusia, baik yang terjadi di masa lalu maupun hingga saat ini. Untuk mewujudkan cita-cita Reformasi, rezim Pemerintahan Jokowi agar segera mengelar kasus Marsinah dan memprosesnya di Pengadilan HAM adhoc. Penegakan hukum terhadap kasus Marsinah merupakan elemen penting untuk penegakan supremasi hukum.
Jakarta, 8 Mei 2018
GEBRAK merupakan gabungan 36 organisasi berbagai elemen yang tidak menyampaikan dukungan politik pada kandidat dari partai manapun. Koalisi ini terdiri dari organisasi gerakan buruh [KPBI, KASBI, SGBN, GSBM, FKI, FSPM Independen, JARKOM SP Perbankan, GSPB, SP Jhonson, dan KSN, PPI], mahasiswa [FMK, SMI, LMND, SSDEM, SEMAR UI, GPMJ, FGK Unindra, FN, GMNI Jaktim, GMNI, GPPI, dan AKMI], Non-Government Organization [TURC, KPA, YLBHI, KontraS, LBH Jakarta, KIARA, Migrant Care], KPR, Politik Rakyat, PRP, Aliansi Petani Indonesi, KPO-PRP dan juga organisasi perempuan [Perempuan Mahardhika].
Siaran Pers
Gerakan Buruh untuk Rakyat [GEBRAK]