Buruh.co, Jakarta – Serikat buruh dalam Gerakan Buruh Jakarta menyatakan akan melawan omnibus law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja secara habis-habisan. Ini termasuk dengan mengerahkan massa pada aksi penolakan omnibus law pada pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo, 14 Agustus 2020 di DPR.
Pernyataan itu disampaikan dalam konferensi Pers di pos 9 Pelabuhan Tanjung Priok pada Senin, 10 Agustus 2020. Konferensi pers yang diikuti kurang lebih 100 orang dari masing_masing perwakilan Federasi serikat sejakarta.
Ada berbagai alasan penolakan omnibus law. Di antaranya adalah mudahnya buruh di-PHK dan sulitnya mendapat status karyawan tetap. Pasalnya, ada perluasan sistem kerja kontrak dan alih daya. Salah satu Juru Bicara GBJ Jumisih mengatakan kondisi kerja ini dikhawatirkan juga membuat perempuan tidak dapat mengakses hak-hak maternitas, seperti cuti haid dan melahirkan. “Untuk menyatakan sikap pada pemerintah bahwa buruh belum merdeka pada saat kemerdekaan ini. buruh diperlakukan tidak manusiawi di negara kita sendiri,” serunya.
Dalam siaran persnya, GBJ mengatakan isi yang terkandung dalam draft RUU ini, terlihat jelas akan sikap Pemerintah yang lebih pro terhadap investasi dan kepentingan pemodal hingga tidak peduli terhadap kesejahteraan rakyat, hak asasi manusia serta alam/ lingkungan.
Dalam RUU ini semakin tidak diberikannya perlindungan dan jaminan kesejahteraan bagi pekerja, di antaranya : Hilangnya upah minimum, hilangnya pesangon, hilangnya hak dasar pekerja untuk mendapatkan cuti khusus dan kebebasan berserikat, outsourcing yang diperluas, kontrak kerja yang merugikan, sampai hilangnya sanksi pidana bagi pengusaha nakal.
Selain berdampak bagi kaum buruh, RUU ini juga berdampak pada kehidupan petani, nelayan, masyarakat adat, mahasiswa dan pelajar, perempuan serta memperparah kerusakan ekologi.
Dari sisi proses penyusunan, pada RUU ini juga terjadi “keganjilan” karena tidak melalui tahapan-tahapan/ prosedur pembuatan Undang-undang yang berlaku di Indonesia, salah satunya yaitu tidak melalui kajian-kajian ilmiah secara terbuka sehingga sangat minim partisispasi publik. Pemerintah juga hanya melibatkan pengusaha dengan menerbitkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 378 tahun 2019, tentang Satgas Omnibus Law. Dimana komposisi satgas OmnibusLaw tersebut sebagian besar adalah para pengusaha.
Selain itu, GBJ mendesak pemerintah dan DPR fokus mengatasi pandemi. GBJ memperhatikan bahwa banyak kasus ketenagakerjaan muncul sebagai buntut pandemi COVID-19. “GBJ juga akan melakukan advokasi penanganan kasus di masing_masing Federasi dengan membentuk advokasi bersama dengan mendata kasus-kasus,” kata Akbar Aziz, korlap Gerakan Buruh Jakarta
Gerakan Buruh Jakarta ( GBJ) dan banyak lagi elemen gerakan dari berbagai kalangan rakyat di berbagai daerah di Indonesia beberapa kali sejak sebelum mewabahnya pandeni Covid-19 telah melakukan Aksi Unjuk Rasa dengan tututan Tolak dan Batalkan OmnibusLaw.
Pada tanggal 16 Juli 2020 lalu, Aksi Unjuk Rasa dengan tuntutan yang sama, “Batalkan OmnibusLaw” dilakukan oleh Gerakan Buruh Jakarta bersama dengan aliansi gerakan lainnya di DPR. Bahwa dalam aksi tersebut DPR merespon akan stop membahas OmnibusLaw selama masa reses. Namun rakyat lagi-lagi dibohongi, karena pada kemyataannya DPR masih terus melakukan pembahasan.
Gerakan Buruh Jakarta juga telah berkoordinasi dengan berbagai aliansi di berbagai daerah dan kemudian mengajak kepada segenap rakyat untuk melakukan Aksi untuk Gagalkan OmnibusLaw secara besar-besaran hingga jika RUU ini oleh DPR masih terus dilanjutkan, maka Pemogokan Umum Daerah hingga Pemogokan Umum Nasional perlu kita dilakukan.
GBJ terdiri dari :
FSP LEM JAKARTA | KASBI JAKARTA | SPN-KSPI | RTMM -SPSI | FBTPI | FPPI | FBLP | FPBI | FSPMI DKI JAKARTA | ASPEK INDONESIA | FKUI-KSBSI | FSUI | SGBN | GSBM | SP BINTANG TOEDJOE | FSPASI | FARKES-KSPI | GERAKAN BURUH PRIOK BERSATU | HONORER JAKARTA | LMND-DN | FKIKES | FGARTEKS | FNIKEUBA | KAMIPARHO-KSBSI | KSN | SBSI’92 | KEP-KSPI |