Bapak Presiden Jokowi Bilang, Ayah Bapak Seorang Sopir, Tapi..

Rasanya ingatan publik masih utuh ketika Bapak Presiden Jokowi berujar, pekerjaan sopir adalah pekerjaan mulia. Selepas ucapan baik itu meluncur, selang dua hari kemudian, sopir-sopir tangki Pertamina ditangkap, dijadikan tersangka.

Itu adalah hari minggu, 17 Maret 2019, ketika Bapak menghadiri acara Deklarasi Pengemudi Truk Sebagai Pelopor Keselamatan di Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta.

Bacaan Lainnya

“Bapak saya Almarhum itu sopir truk dan sopir bus. Dan kenapa saya katakan pengemudi profesi mulia, karena dari situlah saya bisa sekolah. Dari profesi pengemudi ini bisa memberikan kehidupan keluarga yang lebih baik,” tuturnya ketika itu seperti diberitakan CNN Indonesia.

Saya ingin percaya itu adalah ucapan yang sungguh-sungguh. Seorang anak tentu tak akan mungkin berbohong perihal siapa bapaknya.

Tanggal 19 Maret 2019, kami menerima kabar penangkapan sopir-sopir tangki Pertamina. Segera, mereka menjadi tersangka. Hati kami gusar. Mereka yang ditangkap tak lain orang-orang yang semata-mata ingin memperoleh hak mereka.

Bapak Presiden, tolong dengar sejenak keresahaan kami.

Ada 1.095 orang sopir tangki Pertamina di-PHK. Ada praktek outsourcing yang melanggar Undang-Undang yang terjadi di BUMN. Praktik yang menjauhkan buruh dari kepastian kerja dan kerja layak. Ada upah lembur yang tak dibayarkan hingga bertahun-tahun lamanya. Perhitungan dari 1.095 buruh AMT selama tiga tahun di 10 depo saja mencapai Rp 140 miliar upah lembur tak dibayar.

Sudah 21 bulan berlalu sejak sopir-sopir tangki di-PHK secara ilegal oleh Pertamina Patria Niaga dan PT Elnusa Petrofin, keduanya anak perusahaan PT Pertamina. Sebagian PHK bahkan dilayangkan lewat pesan SMS. Sungguh, ini bukan saja tindakan yang melampaui hukum, pun tindakan yang tak menjunjung harkat dan martabat manusia.

Bapak Presiden Jokowi, yang berniat menjadi presiden lagi, bolehlah saya bercerita. Hanya sebagai pengingat di tengah menumpuknya persoalan yang mungkin sedang Bapak pikirkan, mungkin seperti elektabilitas bapak yang turun dan lawan bapak yang naik.

Proses hukum sudah dilalui sopir-sopir tangki, dari meja Suku Dinas Tenaga Kerja (Sudisnaker) Jakarta Utara hingga berujung ke ruang Kementerian Ketenagakerjaan. Proses mengadu dan menuntut telah dilewati, dari pintu-pintu DPR sampai ke Istana Negara, tempat dimana bapak berdiam.

Masih ingat bukan? Bapak Presiden ketika keluar dari istana, ada ibu-ibu Sopir Tangki menangis di depan Bapak, memohon persoalan suaminya bisa segera di selesaikan?

Saat di Jakarta International Container Terminal (JICT) Bapak bilang,

“Kenapa pengemudi itu profesi mulia, karena membawa barang dari satu tempat ke tempat lain untuk kebutuhan masyarakat. Misal pengemudi tidak mau mengangkut beras mau makan apa orang Jakarta? Ini baru satu contoh. Belum produk barang lain yang di bawa.”

Benar sekali Bapak Presiden. Sopir-sopir tangki Pertamina juga demikian adanya.

Mereka pergi pagi, pulang malam. Di pulau-pulau dengan medan sulit dan jarak tempuh berpuluh sampai ratus kilometer mereka menghantarkan dan melayani kebutuhan BBM & BBG untuk dinikmati rakyat.

Rakyat lantas menikmati kemudahan bahan bakar, kecuali ketika harganya bapak naikkan mengikut mekanisme pasar. Bisa jadi ketika itu mereka menggerutu.

Bapak Presiden, putera seorang sopir.

Tidak sedikit kawan kami, sopir-sopir tangki yang gugur saat melakukan tugas melayani masyarakat. Saya ambil cerita, ada kawan kami kecelakaan di Bogor, terperosok ke jurang, terbakar, hingga jasadnya tak dikenali lagi oleh keluarganya.

Pak, sejak di-PHK oleh Pertamina Patra Niaga dan PT Elnusa Petrofin tak segelintir anak istri dari sopir tangki hidupnya tidak terurus. Ada pula yang bercerai, akibat biduk rumah tangga yang carut marut imbas PHK tak sah.

Jika sudi, bapak bisa datang pula ke mereka, untuk mendengar berapa jumlah anak-anak yang tidak bisa lagi sekolah. Bukankah Bapak dahulu dikenal suka blusukan?

Bapak Presiden, putera seorang sopir yang menjadi orang nomor satu di negeri ini.

Hari ini saya mau bilang, pemberitaan media kebanyakan hanya berusaha menyudutkan kawan-kawan kami. Membajak mobil tangki, ulasnya. Saya tidak tau persis kenapa mobil tangki yang katanya “dibajak” itu bisa di parkirkan di seberang istana Bapak.

Bapak tau kenapa?

Mobil tangki yang parkir di depan istana, mungkin saja semacam tanda pengingat akan seutas janji. Sebagaimana yang dulu Bapak bilang di hadapan perwakilan sopir tangki dan Sekretaris Kabinet. Katanya, butuh dua minggu untuk bisa mulai melihat titik terang.

Akhirnya, ingin saya ucapkan, apakah ketika menyimak nasib sopir tangki ini, tak berkelebat kah wajah Almarhum ayahnda yang sangat Bapak kasihi? Menjadi sopir, profesi yang menafkahi dan membesarkan Bapak, hingga bisa menjadi seperti sekarang.

**

Penulis: Abdul Rosid, aktif di Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI-KPBI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.