Perempuan harus diakui secara jujur memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Faktanya, perempuan kerap memiliki peran ganda, baik sebagai ibu dan sebagai buruh. Namun peran ganda ini pulalah yang menyita cukup banyak energi serta waktu perempuan.
Peran ganda tersebut pada prakteknya tak jarang menjadi salah satu faktor yang membentuk perempuan menjadi lebih acuh terhadap berbagai persoalan di luar masalah harian yang harus diuurusnya. Apa yang terjadi disekitarnya, baik di lingkungan kerja maupun dil ingkungan rumah, terpaksa harus dia abaikan.
Bagi sebagian perempuan yang terpenting adalah bagaimana mengurus anak dan suami, serta mencari tambahan uang bagi keluarga. Sehingga perempuan dengan peran ganda sangat tersita waktunya. Ini menjadi dalih untuk merasa tidak perlu memiliki andil semisal dalam mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah, walau kebijakan tersebut sangat mencekik anggaran belanja rumah tangga mereka.
Seperti diiketahui, dewasa ini pemerintahan semakin kehilangan peran dan fungsinya dalam mensejahterakan rakyat. Hampir semua kebijakan ekonomi negara diserahkan kepada mekanisme pasar. Negara tidak berdaulat atau memiliki kendali sepenuhnya atas perekonomian nasional.
Dominasi mekanisme pasar dapat dilihat semisal dari kebijakan pencabutan subsidi di sektor publik. Subsidi dipandang merusak mekanisme alamiah pasar. Hal inilah yang kemudian menyebabkan harga-harga barang semakin tidak bisa dikontrol oleh negara. Sehingga akan menjadi sangat wajar apabila sekarang harga-harga kebutuhan pokok semakin melambung tinggi.
Biaya pendidikan mahal, biaya kesehatan mahal, tetapi upah buruh murah. Demikian yang kami rasakan. Keadaan ini membuat rakyat semakin jauh dari kesejahteraan. Sajian rejim pasar bebas kenyataannya tak pilih kasih, laki laki maupun perempuan merasakan hal yang sama, menikmati kepahitan hidup yang serupa.
Negara yang tidak mengakomodir kepentingan dan kebutuhan rakyat kecuali kepentingan pasar, jelas menyengsarakan. Penindasan terhadap perempuan semakin bertambah ketika banyak buruh yang juga seorang ibu, terpaksa harus memisahkan anak-anaknya dari penyusuan, akibat harus mengejar tambahan pendapatan.
Belum lagi banyak hak normatif buruh perempuan seperti cuti haid, cuti melahirkan, ruang laktasi bagi ibu menyusui tidak terpenuhi secara keseluruhan di setiap perusahaan. Fenomena tersebut semakin langgeng karena mayoritas buruh perempuan takut dan tidak berani memperjuangkan hak-haknya. Padahal semua hak-hak itu jelas diatur di dalam UU ketenagakerjaan No.13/2003.
Di sisi yang lain, tanpa kita sadari, tubuh perempuan terus menjadi sasaran beragam produk kapitalis. Mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut tak terlewatkan. Perempuan membutuhkan perawatan kecantikan seperti; kutek untuk kukunya, kondisioner untuk rambutnya, bedak untuk wajah, lipstik di bibir. Pun hijab juga gamisnya.
Tubuh perempuan menjadi objek bagi keberlangsungan berkembangnya modal. Penetrasi beragam produk dalam kehidupan ini membuat perempuan menjadi berkecenderungan konsumtif, meski dibawah tekanan penghasilan yang pas-pasan, bahkan kurang.
Keberlangsungan modal yang bergantung pada konsumsi oleh tubuh perempuan membuat kita bisa membayangkan, semisalnya ribuan perempuan memboikot untuk tidak beli lipstik dan bedak tertentu. Perusahaan-perusahaan besar make up bisa gulung tikar akibat tidak lakunya barang di pasaran.
Sikap konsumtif semakin berkecenderungan terus meningkat karena kaum berpunya ikut membentuk standarisasi kecantikan. Perempuan yang cantik adalah yang berkulit putih, berlipstik merah muda, pipinya dipoles blush on dan memakai maskara. Pikiran kita dipengaruhi oleh kepentingan perluasan pasar bagi produk dagang kapitalis tersebut.
Berangkat dari berbagai situasi yang banyak tidak berpihak ke kaum perempuan, maka sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat, sudah saatnya perempuan menggabungkan diri ke dalam organisasi-organisasi yang memperjuangkan hajat hidup orang banyak. Perempuan mesti terlibat aktif dalam setiap perkumpulan dan terus berupaya belajar dan belajar.
Proses pengkualitaskan diri bisa diraih di organisasi. Begitupun sikap kritis terhadap keadaan sosial, baik di lingkungan tempat tinggal maupun pabrik, akan terus terasah. Bila perempuan maju, kemajuan pula bagi masyarakat. Sebab dari rahim perempuan akan lahir generasi penerus bangsa. Perempuan adalah guru pertama bagi generasi pelanjut. Sekalilagi, mari terus belajar dan berjuang!
*****
Penulis: Kiky Seza (Pengurus perempuan FPBI Kota Bekasi)