KPBI Nilai Upah Pedesaan Bentuk Pemiskinan Sistematis
Buruh.co, Bekasi – Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia menganggap Peraturan Gubernur Bojonegoro tentang penerapan Upah Umum Pedesaan sebagai praktik untuk melakukan pemiskinan sistematis pada buruh. Upah Umum Pedesaan melanggengkan upah murah yang menjerat buruh pada lingkaran kemiskinan dan mendongkrak laba pengusaha.
Upah pedesaan ditetapkan mengacu pada Peraturan Bupati 13/2015 berada 32 persen di bawah UMK atau sebesar Rp 1.005.000 per bulan. UMK Bojonegoro sebesar Rp 1.462.000 per bulan pada 2017. Peraturan Bupati itu menyebutkan upah buruh di pedesaan bisa jauh lebih murah karena adanya penyunatan jumlah komponen hidup layak dari 60 buah. Alasannya, buruh tidak membayar uang kos dan transportasi ketika pabrik ada di desa.
Secara normatif, KPBI melihat Peraturan Bupati itu melanggar UU 13/2003 tentang Ketanagakerjaan. Pasal 90 Undang-undang itu menyebut pengusaha yang membayar upah di bawah upah minimum bisa dipidana dengan ancama hukuman hingga empat tahun penjara.
Ketua Umum KPBI Ilhamsyah menyebutkan upah umum pedesaan merupakan bagian dari keculasan negara menyiasati undang-undang demi kepentingan pemilik modal. “Mereka tidak peduli meskipun itu bertentangan dengan undang undang. Sebelum UUP ada upah padat karya ada PP 78 yang bertentangan dengan undang undang, ada juga pelegalan pemagagang yang menyalahi aturan,” ungkapnya pada Senin, 20 November 2017.
Ilhamsyah menegaskan produk hukum seurpa juga terjadi di sektor rakyat lain. “Sementara itu pemerintah membuat kebijakan yang terus memuluskan eksploitasi dan eksplorasi rakyat dan kekayaan bangsa ini baik itu melalui undang undang dan berbagai paket kebijakan ekonomi,” tegasnya.
Untuk itu, KPBI mendesak agar Bupati Bojonegoro Suyoto mencabut pergub soal Upah Umum Pedesaan. KPBI juga mendesak pemerintah pusat agar tegas terhadap tindakan-tindakan kepala daerah yang melanggar undang-undang.